Singapura terancam resesi gara-gara virus Corona. Mata uangnya pun 'dihukum' pelaku pasar.
Seperti dikutip dari riset CNBC Indonesia, dalam sebulan terakhir, dolar Singapura anjlok 3,7% di hadapan dolar AS. Secara year-to-date (YtD) depresiasinya lebih parah yaitu 4,12%.
Dolar Singapura adalah salah satu mata uang paling apes di Asia dalam sebulan terakhir. Hanya lebih baik dari baht Thailand.
Survei Reuters terbaru menggambarkan bagaimana dolar Singapura memang sedang diterpa aksi jual. Reuters melakukan survei berkala untuk mengetahui apakah mata uang utama Asia sedang dalam posisi beli (long) atau short (jual). Hasilnya dibuat dalam rentang angka -3 sampai 3, semakin tinggi maka posisi investor sedang long ke dolar AS artinya mata uang lawannya melemah.
Dalam survei teranyar pada 20 Februari, dolar Singapura berada di 1,06. Ini adalah yang tertinggi di antara para tetangganya. Bahkan rupiah masih di teritori negatif dan menjadi yang terbaik di Asia.
Corona Hantam Ekonomi China
Investor agak malas memegang aset-aset berbasis dolar Singapura karena negara tersebut sedang 'goyang'. Penyebaran virus Corona sepertinya akan menghantam perekonomian Singapura dengan keras.
Mengutip data satelit pemetaan ArcGis per pukul 10:43 WIB, jumlah kasus Corona di seluruh dunia mencapai 76.498. Terbanyak terjadi di China yaitu 75.245 kasus, Singapura berada di posisi ketiga dengan 88 kasus.
Virus Corona memang bermula dan paling banyak kasus terjadi di China. Namun dampaknya akan terasa di seluruh dunia. China adalah perekonomian terbesar kedua di dunia yang memainkan peranan penting dalam rantai pasok global.
Baca juga: Corona Juga Sempat 'Jangkiti' Rupiah |
Sayangnya saat ini permintaan di China sedang lesu, aktivitas produksi menurun karena kekhawatiran terhadap virus Corona. Selepas libur Tahun Baru Imlek, utilisasi produksi belum optimal. Pekerja dan dunia usaha khawatir meninggalkan rumah, karena takut tertular virus mematikan.
Kelesuan aktivitas ekonomi tentu membuat cuan pengusaha menciut. Berbagai kalangan mulai mengingatkan soal risiko gelombang Pemutusan Hubungan (PHK) di Negeri Panda.
"Pasar tenaga kerja masih oke pada kuartal I ini. Namun jika penyebaran virus tidak bisa teratasi sampai akhir Maret, maka mungkin kita akan melihat gelombang PHK. Kami memperkirakan akan ada 4,5 juta pekerjaan yang hilang," tegas Dan Wang, Analis Economist Intelligence Unit, seperti diberitakan Reuters.
Lanjut ke halaman berikutnya
Simak Video "Video: Kasus Covid-19 Naik Lagi! Thailand Catat Ada 23 Ribu Kasus Baru"
[Gambas:Video 20detik]