Saham pembuat chip asal China, Semiconductor Manufacturing International Corp (SMIC) anjlok hampir 23% di Hong Kong Senin kemarin. Hal ini disebabkan kekhawatiran investor akan perang dagang Amerika Serikat (AS) dan China berpengaruh ke SMIC.
Dikutip dari CNN, Selasa (8/9/2020) Departemen Pertahanan AS dikabarkan akan melarang ekspor SMIC dan perusahaan chip lainnya ke AS. Pemerintah AS menganggap SMIC, perusahaan China yang akan merusak kepentingan AS.
Jatuhnya saham SMIC membuat nilai pasarnya turun US$ 4 miliar setara Rp 59 triliun (Rp 14.700). Menurut laporan Reuters, hubungan SMIC dengan militer China sedang dalam pengawasan pemerintah AS.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat dimintai keterangan Departemen Pertahanan menolak mengomentari laporan tersebut. Sedangkan SMIC mengaku terkejut. SMIC mengungkap bahwa perusahaan sangat terbuka untuk meluruskan kesalahpahaman dengan AS.
"Kami memproduksi semikonduktor dan menyediakan layanan hanya untuk pengguna akhir sipil dan komersial dan pengguna akhir. Kami tidak memiliki hubungan dengan militer China," ujar pihak SMIC.
Perusahaan yang dalam daftar hitam AS akan menghadapi tantangan yang signifikan dalam bisnisnya. Seperti yang dialami Huawei, pemerintah AS membatasi bisnis Huawei sejak tahun lalu. Hal itu tentu akan melumpuhkan bisnis globalnya.
Sanksi terhadap SMIC menjadi hal baru dalam pertempuran perang dagang AS dan China. Terutama dalam sektor teknologi masa depan.
Kepala geoteknologi di Eurasia Group Paul Triolo mengatakan penambahan SMIC ke daftar hitam perdagangan AS akan memunculkan hambatan baru yang signifikan bagi pengembangan semikonduktor China.
China sejak lama ingin menjadi produsen chip tercanggih. Negara itu telah mengalokasikan lebih dari US$ 200 miliar untuk mencoba membuat industri manufaktur chip dan mengembangkan semikonduktor yang lebih cepat dan lebih maju.
Triolo menambahkan jika pemberian sanksi kepada SMIC terjadi juga akan mengurangi pendapatan perusahaan peralatan manufaktur semikonduktor AS yang memasok produsen China.
Perlu diketahui, dalam beberapa pekan terakhir, Presiden AS Donald Trump mengancam akan melarang aplikasi populer China seperti TikTok milik ByteDance dan WeChat milik Tencent (TCEHY), agar tidak beroperasi di AS. Dia telah memerintahkan ByteDance untuk menjual TikTok dan menyarankan agar Departemen Keuangan mendapatkan bagian dari kesepakatan tersebut.
(ara/ara)