Jakarta -
Pemerintah baru saja menerbitkan green sukuk ritel yakni sukuk tabungan seri ST007. Bagi masyarakat, sukuk tabungan ini bisa menjadi alternatif investasi.
Direktur Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Luky Alfirman mengatakan, produk investasi ini aman karena diterbitkan oleh pemerintah.
"Pertama diterbitkan oleh pemerintah sehingga insyaallah aman," katanya dalam peluncuran ST007, Rabu (3/11/2020).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia bilang, produk ini tak semata-mata menyematkan label syariah. Produk ini telah mendapat fatwa dari Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (MUI).
"Pemerintah tak semata-mata menyematkan label syariah. Kami bekerja sama dengan Dewan Syariah Nasional MUI untuk mendapatkan fatma bahwa ini benar, berdasarkan prinsip-prinsip syariah," katanya.
Produk ini pun mudah didapatkan. Luky menuturkan, bisa dipesan melalui platform online. Jadi, investor bisa memperoleh produk ini dari genggamannya.
"Kita bekerjasama dengan 31 mitra distribusi ada bank konvensional, bank syariah, fintech, sekuritas itu ada pilihan-pilihannya. Silakan dipilih, bisa dilakukan secara mudah," ujarnya.
Lebih lanjut, dia menuturkan, yang tak kalah penting produk ini memakai underlying proyek-proyek hijau yang mendukung perubahan iklim.
"Ini kali kedua kami menerbitkan sukuk tabungan berbasis green. Ini bentuk inovasi. Kita negara pertama dunia yang menerbitkan sukuk ritel yang berbentuk green," ujarnya.
Berapa untungnya?
Sukuk tabungan ini ditawarkan mulai 4 November hingga 25 November 2020. Adapun minimum pemesannya Rp 1 juta dan maksimum Rp 3 miliar.
Jenis imbalan atau kupon yang yang ditawarkan ialah mengambang dengan imbalan atau kupon minimal (floating with floor) dengan tingkat imbalan acuan BI 7 days repo rate.
Untuk periode pertama yang akan dibayar pada tanggal 10 Januari 2021 dan tanggal 10 Februari 2021 berlaku kupon sebesar 5,50% yakni BI 7 days reverse repo rate pada saat penetapan 4% ditambah spread yang ditetapkan 150 bps. Spread ini berlaku tetap 150 bps sampai dengan jatuh tempo.
Tingkat kupon untuk periode 3 bulan pertama sebesar 5,50% tersebut berlaku sebagai tingkat kupon minimal (floor). Tingkat kupon minimal tidak berubah sampai dengan jatuh tempo.
"Jadi kalau kita seandainya nanti BI rate turun misalnya karena dia floating harusnya ikut turun, tapi ada floor-nya jadi tidak bisa lebih rendah dari 5,5%. Kalau BI rate naik, nanti bisa disesuaikan, dan disesuaikannya per 3 bulan," jelasnya.
Adapun simulasinya, jika Anda membeli senilai Rp 10 juta maka kupon yang diterima sebulannya ialah 1/12 x 5,5%x Rp 10 juta = Rp 45.833 atau per tahunnya Rp 550.000.
Imbal hasil itu belum memasukkan komponen pajak. Jika pajaknya 15%, maka imbal hasil yang diterima per tahun yakni Rp 550.000- (15%x550.000)=Rp 467.500.
Dengan model perhitungan yang sama, maka imbal hasil untuk pembelian Rp 100 juta per tahunnya sebesar Rp 5,5 juta dengan perhitungan 5,5%xRp100 juta=Rp 5,5 juta. Dengan pajak 15%, maka tiap tahunnya Anda menerima Rp 4.670.000 dengan hitungan Rp 5.500.000-(15%x5.500.000)= Rp 4.670.000.