3. Tetapkan Tujuan Berinvestasi
Detikers juga harus menetapkan tujuan berinvestasi sebelum membeli sebuah saham. Apakah tujuan investasinya untuk jangka panjang, atau jangka pendek. Namun, menurut Hans, tujuan terbaik adalah untuk investasi jangka panjang, ketimbang jangka pendek atau trading.
"Kemudian, kita investasi dan lakukan dalam periode yg panjang. Artinya kita memegang saham tersebut, ditahan dalam periode yang panjang. Trading itu berbeda dengan investasi. Sebenarnya kita lebih mendorong orang untuk investasi di jangka panjang untuk menghindari kerugian-kerugian di jangka pendek. Kalau jangka pendek, itu orang trading. Dan trading pendekatannya berbeda lagi dengan yang saya jabarkan tadi. Tetapi trading itu banyak orang menderita kerugian karena melibatkan aspek psikologi," paparnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tak jauh berbeda, Nico juga mengatakan investasi jangka pendek atau trading harus dipisahkan.
"Tentukan invest jangka panjang atau pendek. kalau jangka pendek berarti buat trading. Kalau untuk jangka panjang berarti untuk investasi. Kenapa mesti dipisahkan? Karena sahamnya berbeda, saham yang untuk trading, saham yang untuk jangka panjang. Kalau jangka panjang berarti kita lihat market capital-nya besar, market share-nya besar. Bisnisnya jelas, fundamentalnya kuat," ujar Nico.
4. Pilih Saham yang Akan Dibeli
Langkah ini sangatlah krusial sebelum berinvestasi saham. Hans Kwee menyarankan, sebaiknya masyarakat mengenali lebih dahulu sebuah saham dan perusahaannya itu sebelum membelinya. Mulai dari kinerja perusahaan yang bisa dilihat dari laporan keuangan perusahaan yang bisa diakses melalui situs resmi Bursa Efek Indonesia (BEI).
"Kita juga harus mengetahui bisnis perusahaan itu, apa yg dia jual, bagaimana kondisi perusahaan tersebut reputasi manajemen. Lalu aspek terakhir, bagaimana prospek perusahaan itu di masa yang akan datang?" imbuh dia.
Baca juga: Penting Nggak Sih Punya Asuransi? |
Sementara itu, Nico mengatakan bagi pemula yang belum memahami cara membaca laporan keuangan bisa juga membeli saham dari perusahaan-perusahaan yang dikenalnya.
"Nggak usah susah-susah. Kan teman-teman tahu bank BCA, BNI, BRI, Mandiri. Kalau infrastruktur ada Jasa Marga,Telkom, XL, kan gitu. Komoditas itu ada Antam, Bukit Asam, dan sebagainya. Ini kan sesuatu yang teman-teman bisa lihat," ungkap Nico.
Namun, apabila mau membuka laporan keuangan sebuah perusahaan juga bisa dilakukan dengan melihat instrumen paling dasar dalam mengukur kinerja perusahaan.
"Dalam setiap laporan keuangan punya 16 rasio, 12 rasio di antaranya itu yang paling penting. Teman-teman harus baca rasio solvabilitas, debt to equity rasio (DER), ini salah satu yang dasar sekali. DER ini aset dibagi utang. Kalau rasionya tinggi, berarti perusahaannya banyak utang dong. Nah berarti kita mesti cari perusahaan-perusahaan yang rasio DER-nya rendah. Nah hal-hal yang sederhana seperti ini, ini yang bisa mendorong orang awam untuk mengenal laporan keuangan tanpa harus melihat secara keseluruhan," urai Nico.
5. Pahami Risiko Berinvestasi Saham
Nico mengatakan, apabila semua langkah di atas sudah dilakukan, maka calon investor harus yakin untuk membeli saham. Namun, calon investor tersebut juga harus menerima risiko apapun yang akan dihadapinya di masa mendatang, baik untung atau ruginya.
"Siap menang, siap kalah. Saham itu bukan judi. Judi itu ketika kamu, masang angka 1-6, dadu dikocok. Pasti kamu tidak tahu berapa angka yang keluar. Semua punya probabilitas yang sama. Tapi saham nggak begitu, saham itu menghitung, mengkalkulasi. Ada laporan keuangan, analisis teknikal. Dan semua yang diukur serta diperhitungkan tidak bisa dikatakan judi," tutup Nico.
(fdl/fdl)