Seberapa Layak Membandingkan Kinerja Tesla dan Astra?

Seberapa Layak Membandingkan Kinerja Tesla dan Astra?

Tim detikcom - detikFinance
Selasa, 16 Mar 2021 10:33 WIB
CORTE MADERA, CA - AUGUST 02:  The Tesla logo appears on a brand new Tesla Model S on August 2, 2017 in Corte Madera, California. Tesla will report second-quarter earnings today after the closing bell.  (Photo by Justin Sullivan/Getty Images)
Foto: Dok

Laba bersih Astra disebut lebih besar. Bahkan, 60% lebih besar dari Tesla, di saat nilai kapitalisasi pasarnya hanya 2,4% dari Tesla. Atas dasar tersebut LKH mempertanyakan sikap investor yang mengagung-agungkan Tesla.

Ada beberapa poin yang perlu digarisbawahi dari pendapat LKH. Pertama, walau sektor pendapatan ASII dari lini bisnis otomotif mencapai 38% dari total pendapatan tahun 2020 dan menjadi yang terbesar, Astra dengan Tesla tidaklah bisa dibandingkan karena model bisnisnya saja berbeda.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

ASII adalah holding company dengan bisnis yang menggurita di berbagai sektor, sementara Tesla cuma fokus pada mobil listrik dan ekosistem penunjangnya.

Kedua, laba bersih ASII tercatat hanya Rp 16,16 triliun tahun lalu. Itu pun setelah keuntungan dari divestasi aset berupa kepemilikan di PT Bank Permata Tbk (BNLI) diikutsertakan.

ADVERTISEMENT

Apabila keuntungan dari divestasi tersebut tidak diikutsertakan maka laba bersih Astra sebetulnya hanya Rp 10,28 triliun. Dengan begini sama saja sebenarnya laba bersih ASII dan Tesla, bahkan tercatat Tesla unggul tipis dengan perolehan Rp 10,38 triliun.

Itupun adalah laba bersih konsolidasian, maksudnya laba dari seluruh gurita bisnis Astra. ASII tidak hanya berbisnis di sektor otomotif saja lho. Mereka juga menggeluti di sektor jasa keuangan, alat berat, pertambangan, konstruksi, energi, agribisnis, hingga properti.

Maka dari itu, perlu dilihat dulu keuntungan yang disumbang oleh segmen otomotif terhadap laba bersih ASII berapa banyak? Ternyata kontribusi laba bersih dari segmen otomotif terhadap laba konsolidasian ASII hanya 26%.

Bila dihitung labanya hanya Rp 2,68 triliun saja dari sektor otomotif, sedangkan laba Tesla 4 kali lebih jumbo daripada laba Astra di sektor otomotif.

Selanjutnya, faktor pertumbuhan pesat perusahaan juga tentu saja tidak bisa diabaikan karena apa yang menentukan keputusan investasi di suatu saham bukan hanya laba saat ini akan tetapi potensi perusahaan tersebut dalam meraup laba di tahun-tahun mendatang alias seberapa besar pertumbuhan perusahaan.

Apabila memasukkan faktor pertumbuhan pendapatan di sektor otomotif, ASII jelas kalah jauh dibandingkan TSLA. Tercatat selama 4 tahun terakhir sektor otomotif ASII, rata-rata omsetnya terkontraksi alias tumbuh negatif sebesar 6,43%.

Memang kontraksi paling besar dibukukan pada tahun 2020 di tengah pandemi. Pendapatan Astra pun di sektor otomotif anjlok 36,25% dibandingkan dengan 2019.

Bila dilihat lagi, pertumbuhan pendapatan ASII di sektor otomotif sebelum pandemi juga sebenarnya biasa-biasa saja. Bahkan sebelum pandemi menyerang, pendapatan ASII di sektor otomotif sudah terkontraksi 0,85% di tahun 2019.

Sekarang coba bandingkan dengan pertumbuhan pendapatan Tesla di sektor otomotif selama 4 tahun terakhir yang rata-rata sebesar 46,71%. Bahkan di tahun pandemi saja Tesla masih mampu membukukan pertumbuhan pendapatan mencapai 30,81%.

Tentu saja apabila pertumbuhan ini sustainable tidak perlu waktu lama sebelum akhirnya Tesla merajai sektor otomotif global baik di pasar modal maupun di sektor riil.


(hal/ara)

Hide Ads