Aturan Baru OJK, Direksi Emiten yang Rugikan Investor Bisa Dipidana

Aturan Baru OJK, Direksi Emiten yang Rugikan Investor Bisa Dipidana

Soraya Novika - detikFinance
Jumat, 19 Mar 2021 14:23 WIB
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 5% ke level 4.891. Bursa Efek Indonesia (BEI) menghentikan sementara perdagangan saham siang ini.
Foto: Agung Pambudhy
Jakarta -

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengeluarkan aturan baru yang bisa mempidanakan petinggi emiten bila kedapatan sengaja merugikan investor. Aturan yang dimaksud adalah Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No 3 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Kegiatan di Bidang Pasar Modal.

Melalui POJK 3/2021 itu, petinggi emiten mesti bertanggung jawab atas kerugian yang diderita perusahaan (investor).

Pada pasal 89 beleid tersebut dijelaskan, direksi dan/atau komisaris emiten mesti bertanggung jawab atas kerugian yang dialami jika kerugian terjadi akibat: secara langsung atau tidak langsung dengan itikad buruk memanfaatkan emiten untuk kepentingan pribadi, terlibat perbuatan melawan hukum yang dilakukan emiten, dan secara melawan hukum menggunakan aset emiten yang mengakibatkan kewajiban keuangan emiten gagal terpenuhi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami tentu saja menyambut baik regulasi ini, karena akan meningkatkan aspek good governance corporate (GCG) bagi emiten, termasuk dorongan bagi para direksi dan komisaris untuk mendorong GCG tersebut," ujar Direktur Utama Bursa Efek Indonesia Inarno Djajadi, dalam keterangan tertulisnya yang diterima detikcom, Jumat (19/3/2021).

Dalam beleid tersebut juga diatur seputar aksi keluar masuk emiten dari bursa. Emiten yang hengkang dari bursa mesti melakukan pembelian saham kembali alias buyback kepada investor ritel.

ADVERTISEMENT

OJK kini memang tengah gencar memperketat pengawasan terhadap pasar modal guna melindungi investor publik. Maklum belakangan banyak investor yang merasa dirugikan atas tindakan yang dilakukan oleh manajemen perusahaan Tbk.

Salah satunya, bursa saham sedang menghadapi skandal besar yang dilakukan mantan direksi PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA). Dua direksi AISA yaitu joko Mogoginta dan Budhi Istanto diduga memalsukan laporan keuangan perseroan 2017.

Dengan melebihkan nilai (overstatement) piutang kepada enam distributor yang ditulis sebagai pihak ketiga, padahal nyatanya merupakan afiliasi perseroan. Aksi ini dilakukan untuk memoles fundamental perseroan guna melejitkan harga saham.

Padahal kondisi perseroan nyatanya tengah bermasalah, ini terbukti misalnya saat Tiga Pilar pada 2018 gagal membayar bunga obligasi dan sukuk ijarah. Ini yang kemudian membuat Tiga Pilar dibekukan selama dua tahun dari perdagangan bursa. Saat diaudit ulang (restatement) laporan keuangan 2017, Tiga Pilar mencatat rugi bersih Rp 5,23 triliun sepanjang 2017. Nilai tersebut lebih besar Rp 4,68 triliun dari laporan keuangan versi sebelumnya yang hanya rugi Rp 551,9 miliar.

Adapun saat ini Joko dan Budhi telah ditetapkan sebagai terdakwa dan dalam proses menjalani persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan untuk mempertanggungjawabkan tindakan-tindakannya kepada Tiga Pilar. Adapun yang mengajukan gugatan dua mantan direksi tersebut ke pengadilan adalah Forum Investor Ritel AISA (Forsa) yang didalamnya ada ribuan investor ritel.

Potensi-potensi fraud seperti ini pula yang coba dicegah oleh OJK via aturan baru tersebut. Dewan Kehormatan Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) Theo Lekatompessy pun menyambut baik ketentuan anyar ini, meskipun masih ada beberapa kelemahan sehingga masih perlu disempurnakan.

Ia mencontohkan soal masih disamaratakannya sanksi buat direksi dan komisaris, padahal kedua posisi ini punya porsi tanggung jawab dan kewajiban yang berbeda sehingga tidak bisa sanksi untuk keduanya disamakan.

"Fungsi, wewenang, komisaris dan direksi itu berbeda, gaji dan bonus juga jauh berebda, sehingga beban tanggung jawab jika ada masalah juga tidak bisa disamaratakan. Berat jika sanksi untuk komisaris disamakan dengan sanksi direksi," katanya.

Lebih lanjut, ia menambahkan, perlu adanya mekanisme pemeriksaan awal bagi emiten yang diduga melakukan tindakan fraud. Ini berguna untuk menginventarisasi kesalahan-kesalahan masing-masing pihak, sehingga tanggung jawab masing-masing pihak jelas.




(dna/dna)

Hide Ads