PT Saratoga Investama Tbk (SRTG) cukup aktif dalam mengelola portofolio investasinya. Perusahasan investasi yang didirikan oleh Sandiaga Uno dan Edwin Soeryadjaya itu mengklaim investasinya di beberapa perusahaan 1 tahun ke belakang cukup baik.
Saratoga memiliki portofolio investasi di beberapa perusahaan terbuka. Misalnya PT Adaro Energi Tbk (ADRO) dan PT Tower Bersama Infrastruktur Tbk (TBIG) yang merupakan perusahaan matang, serta perusahaan yang masih dalam fase pertumbuhan seperti PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) dan PT Mitra Pinasthika Mustika Tbk (MPMX).
Sepanjang tahun 2020 nilai investasi Saratoga di MDKA naik 120% menjadi Rp 10,18 triliun dan nilai investasi di TBIG tumbuh 56% menjadi Rp 12,64 triliun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tahun lalu Saratoga juga berhasil membukukan pendapatan dividen sebesar Rp 750 milliar, yang sebagian besar dikontribusikan oleh ADRO sebesar Rp 215 miliar, TBIG Rp 214 miliar, MPMX sebesar Rp 210 miliar dan PT Provident Agro Tbk (PALM) sebesar Rp 105 miliar.
Direktur Investasi Saratoga Devin Wirawan menjelaskan, selama pandemi sejumlah perusahaan portofolio Saratoga menemukan momentum pertumbuhan bisnisnya. Ia menyebut kinerja MDKA terus menguat berkat kenaikan harga komoditas emas dan tembaga yang sangat tinggi di tahun 2020.
Selain itu, kata Devin, migrasi masyarakat yang semakin cepat ke ekosistem digital telah memberikan peluang yang semakin besar kepada TBIG sebagai penyedia infrastruktur telekomunikasi.
"Di sektor konsumer, Saratoga berinvestasi di PT Famon Awal Bros Sedaya (Primaya Hospital). Grup Primaya Hospital ini terus memperluas jaringannya untuk mendukung upaya pemerintah memberikan fasilitas kesehatan terbaik dan terjangkau, termasuk dalam penanggulangan COVID-19," tuturnya dalam keterangan tertulis, Kamis (15/4/2021).
Kinerja investasi itu juga tercermin dari kenaikan harga saham SRTG yang cukup signifikan. Menurut analis pasar modal dari Finvesol Consulting Fendi Susiyanto secara teknikal saham SRTG sedang berkonsolidasi dalam pola symmetrical triangle, pasca kenaikan yang signifikan dari harga sebelumnya Rp 3.500 ke harga Rp 6.250.
Pola konsolidasi yang sedang terjadi dengan trend penguatan besar yang terlihat dari tiga garis moving average periode jangka pendek hingga panjang yang uptrend, menunjukkan ada peluang besar harga naik hingga mencapai level Rp8.700 hingga Rp 9.600 sebagai target harga penguatan secara teknikal.
Fendi menambahkan, secara fundamental, SRTG yang memiliki NAV sekitar Rp 32,6 trilliun, dengan metode valuasi diskon holding sebesar 25%, maka nilai wajar SRTG sebesar Rp 24,45 triliun.
Jika dibandingkan dengan market capitalization SRTG saat ini sebesar Rp 15,73 triliun (di harga saham Rp 5.800), maka harga saham SRTG masih mencerminkan potensi kenaikan sebesar 55.4% ke harga wajarnya untuk mencapai intrinsic value sebesar Rp 9,015 per saham.
"Secara umum, harga saham SRTG undervalued dan sangat atraktif untuk tujuan trading maupun investasi jangka panjang. Rencana buyback menunjukkan keyakinan manajemen SRTG untuk melakukan reinvestasi pada dirinya sendiri karena dipandang masih undervalued, dan stock split juga akan membuat secara psikologis saham SRTG menarik bagi trader maupun investor karena harga saham akan dipecah menjadi lebih kecil nominalnya sehingga lebih likuid," tuturnya.
Menurutnya berbagai aksi korporasi yang dilakukan SRTG ini merupakan bagian dari strategi perusahaan untuk terus mendorong pertumbuhan bisnis perusahaan investasinya. Apalagi ditengah pandemi Covid 19 yang masih terjadi saat ini banyak peluang yang masih dapat dioptimalkan oleh Saratoga. Strategi Saratoga fokus berinvestasi pada perusahaan early-stage, growth-stage dan special situation opportunities.
(das/dna)