Sudah dua hari saham PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) terus mengalami penurunan. Bahkan penurunan dalam dua hari berturut-turut ini hingga menyentuh level terendah auto reject bawah (ARB).
Sebelumnya saham BUKA mengalami kenaikan yang cukup fantastis. Di hari pertama IPO naik sampai menyentuh level auto reject atas (ARA). Bahkan di hari kedua saham BUKA sudah sempat naik hingga Rp 1.325, sedangkan harga penawarannya di level Rp 850.
Lalu apa sebenarnya yang membuat pelaku pasar banyak kepincut saham BUKA? Sementara jika dilihat dari fundamentalnya perusahaan masih mengalami kerugian. Jika dilihat di industri e-commerce, Bukalapak juga dinilai masih memiliki pesaing yang lebih besar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Direktur PT Anugerah Mega Investama, Hans Kwee menilai para pelaku pasar yang membeli saham BUKA cenderung karena berburu cuan sesaat saja. Mereka tidak memperdulikan potensi dari perusahaan itu sendiri.
"Sebenarnya bukan potensi, tapi untuk mengambil keuntungan di jangka pendek. Kenaikannya kan cuma beberapa hari, jadi mereka antre beli, terus naik ya ambil untung," ucapnya saat dihubungi detikcom, Kamis (12/8/2021).
Menurut Hans, saham BUKA memang tidak cocok untuk investasi jangka panjang. Beberapa hal menjadi pertimbangannya, termasuk dari sisi fundamental perusahaan.
Sementara Analis CSA Research Institute Reza Priyambada memandang para pelaku pasar banyak yang terhipnotis dengan euforia rencana IPO Bukalapak sebelumnya. Gembar-gembor IPO perusahaan teknologi ini begitu nyaring hingga membuat banyak pelaku pasar kepincut.
"Sebelum IPO Bukalapak ini kan euforianya begitu heboh, pemberitaannya juga terus menerus, sehingga menarik banyak perhatian investor. Kehebohan IPO Bukalapak juga sampai ada yang membuat prediksi nilai saham wajar Bukalapak. Ada juga yang bilang ini e-commerce pionir di pasar modal pertama dan lain-lain. Nah buat investor pemula ini menjadi menarik," ucapnya.
Investor beli saham Bukalapak karena ikut-ikutan. Cek halaman berikutnya.