PT Krakatau Steel (Persero) Tbk kembali mencetak laba setelah 8 tahun merugi. Pada tahun 2020, Krakatau Steel mencetak laba Rp 326 miliar, lalu hingga Juli 2021 ini meraih laba Rp 609 miliar.
"Perbaikan kinerja Krakatau Steel terus berlanjut walaupun di masa pandemi. Krakatau Steel mampu menjaga kinerja positifnya, hingga Juli 2021 Krakatau Steel berhasil membukukan penjualan sebesar Rp17,7 triliun, naik 44,1% dibandingkan dengan periode yang sama pada 2020," jelas Direktur Utama Krakatau Steel Silmy Karim dalam keterangannya, Rabu (15/9/2021).
Silmy menjelaskan, peningkatan ekspor menjadi bagian strategi untuk membantu penjualan produk baja Krakatau Steel di masa pandemi. Produk Hot Rolled Coil dan Hot Rolled Plate menjadi produk utama Krakatau Steel yang di ekspor ke berbagai negara di Eropa seperti misalnya Portugal, Spanyol, Jerman, Italia, dan Belgia. Produk itu juga diekspor ke Malaysia dan Australia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Efisiensi yang berkelanjutan terus dilakukan Krakatau Steel. Hingga Juli 2021 ini Krakatau Steel menurunkan kembali fixed cost hingga 19% dan variable cost hingga 11%. Upaya efisiensi ini meneruskan penghematan yang sudah dilakukan di tahun 2020 dengan penurunan biaya operasional hingga 41%.
"Kami berterima kasih atas dukungan pemerintah, khususnya Kementerian BUMN dan Kementerian Keuangan, pihak perbankan serta pihak-pihak lain yang telah memberikan kepercayaannya kepada Krakatau Steel hingga akhirnya restrukturisasi ini dapat berjalan dengan baik," ujar Silmy.
Dalam hal restrukturisasi keuangan, Krakatau Steel telah melakukan restrukturisasi utang pada tahun 2020 yang pada saat itu menjadi restrukturisasi terbesar di Indonesia dengan jumlah Rp 29 triliun. Melalui restrukturisasi utang, Krakatau Steel dapat menurunkan total beban bunga hutang selama sembilan tahun dari Rp 12,3 triliun menjadi Rp 6,7 triliun.
Total penghematan yang didapat dari restrukturisasi utang tersebut adalah sebesar Rp 9,9 triliun. "Di kuartal 4 tahun 2021 ini restrukturisasi utang Krakatau Steel akan berkurang sebesar Rp 2,9 triliun," tambah Silmy.