Bikin Was-was! Saham Garuda Terancam Didepak dari Bursa

Bikin Was-was! Saham Garuda Terancam Didepak dari Bursa

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Rabu, 22 Des 2021 07:00 WIB
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat pada penutupan perdagangan di BEI Jumat (19/11). IHSG berada pada level 6.720,26.
Foto: Agung Pambudhy
Jakarta -

PT Garuda Indonesia dapat peringatan keras dari Bursa Efek Indonesia (BEI). Saham maskapai yang memiliki kode GIAA ini berpotensi didepak dari perdagangan saham BEI alias delisting.

Potensi delisting merujuk pada Pengumuman Bursa No. Peng-SPT-00011/BEI.PP2/06-2021 tanggal 18 Juni 2021 perihal Penghentian Sementara Perdagangan Efek PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA).

Dalam salah satu aturan bursa apabila perusahaan mengalami suspensi atau penghentian sementara perdagangan selama 24 bulan berturut-turut, delisting bisa dilakukan

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka saham PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (Perseroan) telah disuspensi selama 6 bulan dan masa suspensi akan mencapai 24 bulan pada 18 Juni 2023," tulis pengumuman BEI dikutip Selasa (21/12/2021).

Hingga kini, dari data Laporan Bulanan Registrasi Pemegang Efek Perseroan per 30 November 2021 masih ada 2.899.000.371 lembar saham yang dimiliki publik. Jumlah itu sekitar 11,19% dari total saham GIAA.

ADVERTISEMENT

Sementara itu bila dirinci lebih lengkap, saham Garuda dimiliki paling banyak oleh pemerintah Indonesia sebanyak 15.670.777.621 atau 60,54%. Sisanya dimiliki perusahaan PT Trans Airways sebanyak 7.316.798.262 atau 28,27%.

Lalu apabila Garuda benar-benar delisting alias didepak dari bursa, bagaimana nasib uang modal dari para pemegang sahamnya?

Menurut Direktur Utama Mega Investama Hans Kwee apabila sebuah perusahaan harus delisting di bursa, investor memiliki dua opsi soal dana investasinya. Pertama, memperjuangkan untuk menjual saham di luar bursa, opsi ini bisa memberikan kesempatan pengembalian modal investasi.

"Kalau sudah delisting sebenarnya investor masih bisa jual beli saham tapi di luar bursa. Jadi antar perorangan bukan di bursa," ungkap Hans kepada detikcom.

Baca halaman berikutnya

Namun menurutnya, menjual saham perusahaan delisting di luar bursa akan sangat sulit. Selain karena sulit cari pembeli, kalau berhasil dijual pun harganya bakal anjlok sekali.

"Hanya saja mungkin akan kesulitan cari pembeli. Transaksi emang lebih sulit. Memang sulit. Perusahaan bermasalah mana ada yang mau," ungkap Hans.

Nah pilihan yang kedua, investor masih bisa menahan modalnya di perusahaan yang delisting di Bursa Efek. Menurutnya, bisa saja investor menunggu sampai perusahaan kembali melakukan relisting alias pendaftaran kembali ke bursa.

"Bisa juga. Uang tetap aja didiamkan di situ, tetap jadi pemegang saham. Nunggu aja kinerja perusahaan membaik. Kan perusahaan bisa relisting lagi juga. Jadinya nunggu," ungkap Hans.

Hans mengatakan sebetulnya apabila perusahaan sudah delisting dari bursa, selama perusahaan masih terbuka maka urusan pemegang saham masih normal-normal saja. Investor masih bisa mendapatkan deviden dari kepemilikan saham apabila perusahaan untung.

"Kalau delisting itu semua tetap normal, pemegang saham ada, porsinya ada. Cuma sahamnya aja nggak tercatat di bursa. Makanya kalau perusahaan untung, ya masih bisa dapat dividen. Banyak kok perusahaan terbuka nggak listing di bursa," papar Hans.

Pun kalau kinerja perusahaan memburuk dan berujung kebangkrutan, apabila aset perusahaan dilikuidasi pemegang saham tetap akan mendapatkan haknya.

"Atau kalau kinerja jelek, satu titik dia bangkrut dan dilikuidasi kita bisa dapatkan porsi kita," ujar Hans.

Apa kata Dirut Garuda Indonesia? Baca di halaman berikutnya

Menanggapi hal tersebut Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra mengungkapkan bahwa Garuda Indonesia terus memberikan perhatian penuh terhadap hal tersebut.

Dia mengatakan saat ini pihaknha tengah fokus melakukan upaya terbaik dalam percepatan pemulihan kinerja melalui proses PKPU guna menghasilkan kesepakatan terbaik dalam penyelesaian kewajiban usaha.

"Sehingga nantinya saham Garuda dapat kembali diperdagangkan seperti sedia kala," kata dia dalam keterangannya, Selasa (21/12/2021).

Sesuai dengan Informasi yang disampaikan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI), delisting saham dilakukan setelah suspensi saham berlangsung sekurang-kurangnya 24 bulan dari waktu pengumuman suspensi.

Adapun saham Garuda Indonesia saat ini telah disuspensi selama 6 bulan berkaitan dengan penundaan pembayaran kupon sukuk.

"Oleh karenanya, lebih lanjut kami akan mengoptimalkan momentum PKPU dalam mengakselerasikan langkah pemulihan kinerja guna menjadikan Garuda Indonesia sebagai Perusahaan yang lebih sehat, agile dan berdaya saing," jelas dia.

Irfan menjelaskan saat ini perseroan terus mengakselerasikan upaya restrukturisasinya dengan membangun komunikasi konstruktif dengan para kreditur, lessor maupun stakeholder terkait.

Dia menjelaskan pada rapat kreditur pertama melalui proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Sementara di Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Rapat ini merupakan agenda pertama dari rangkaian proses PKPU yang diajukan oleh PT Mitra Buana Koorporindo ("MBK") selaku kreditur.




(hal/zlf)

Hide Ads