Kok Bisa Dolar Menguat Saat Rusia Invasi Ukraina? Begini Penjelasannya

Kok Bisa Dolar Menguat Saat Rusia Invasi Ukraina? Begini Penjelasannya

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Senin, 07 Mar 2022 10:01 WIB
Nilai tukar dolar Amerika Serikat (AS) pagi ini masih berada di level Rp 14.100. Dolar AS sempat tersungkur dari level Rp 14.500an hingga ke Rp 14.119 pada Sabtu pekan lalu.
Foto: Agung Pambudhy
Jakarta -

Mata uang Dolar Amerika Serikat seringkali jadi buruan investor di tengah kondisi ketidakpastian ekonomi. Investor seringkali menimbun barangsatu ini karena dirasa menjadi mata uang paling aman untuk dipegang.

Begitu juga di tengah ketidakpastian yang terjadi di Eropa imbas konflik Rusia dan Ukraina. Pekan lalu, dolar AS telah naik ke level tertinggi sejak musim semi 2020. Kekhawatiran telah tumbuh di tengah investor tentang bagaimana perang Rusia di Ukraina akan berimbas kepada ekonomi global dan pasar keuangan.

Investor nampaknya memutuskan tidak ingin menahan maya Euro lagi mengingat kedekatan wilayah Eropa dengan konflik. Mereka membuang mata uang blok itu dan membeli Dolar sebagai gantinya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Pasar Eropa sama sekali tidak menarik saat ini hanya karena eksposur geografis mereka ke Ukraina dan Rusia," kata ahli strategi ING Francesco Pesole, dilansir dari CNN, Senin (7/3/2022),

Faktanya pun, pasar saham di AS pun telah melakukan jauh lebih baik daripada saham Eropa sejak invasi Rusia karena ekonomi Amerika lebih terisolasi dari perang dan konsekuensinya.

ADVERTISEMENT

Harga gas alam di Eropa mencapai rekor tertinggi pekan lalu karena kekhawatiran tentang apa yang akan terjadi pada ekspor energi dari Rusia. Amerika Serikat, yang merupakan produsen utama energi itu sendiri pun mendapat imbas dari kenaikan harga energi global, namun dampaknya lebih rendah daripada yang dirasakan negara Eropa.

Ekonomi AS juga terlihat sehat meskipun inflasi sedang tinggi-tingginya. Ada 678.000 pekerjaan berhasil ditambahkan pada bulan Februari, yang artinya pemulihan ekonomi mulai berjalan dengan baik di negeri Paman Sam.

Dolar juga mendapat dorongan setelah Ketua Federal Reserve Jerome Powell menyatakan bank sentral bertujuan untuk mulai menaikkan suku bunga akhir bulan ini. Suku bunga yang lebih tinggi akan membantu menarik modal dari luar negeri, terutama jika pembuat kebijakan di Eropa jadi menunda kenaikan suku bunga mereka lebih lama karena konflik.

"Pasar dan bank sentral ingin menahan Dolar karena itu mata uang yang sangat likuid. Ini sangat bisa diperdagangkan. Dolar didukung oleh ekonomi yang sangat kuat dan solid," kata Pesole.

Meroketnya harga Dolar memang jadi kabar baik bagi para investor. Tapi kekhawatiran besar besar muncul bagi negara berkembang yang sering kali harus membayar utang mereka dalam Dolar. Bila mata uang ini naik, maka utang akan makin mahal untuk dibayarkan.

Sudah ada beberapa kecemasan tentang apakah ledakan ekonomi Rusia juga akan menyebabkan investor meninggalkan pasar seperti Brasil, Turki atau Meksiko yang mengalami koreksi besar pada ekonominya. Kenaikan dolar pun bisa menambah tekanan.

Ada juga isu tentang perang Rusia di Ukraina dapat mengguncang dominasi dolar. Hal ini karena Rusia bisa memperkuat tekad bergabung dengan China untuk mengembangkan mekanisme pembiayaan alternatif yang akan membuat sanksi Barat menjadi kurang efektif dari waktu ke waktu. Namun, nampaknya hal ini cuma angan-angan belaka.

"Tidak ada indikasi benar-benar bahwa dominasi Dolar bisa berkurang. Hal itu hanya bisa terjadi untuk jangka panjang," kata Pesole.

Simak Video 'Rusia Bombardir Wilayah Pinggiran Ibu Kota Kiev':

[Gambas:Video 20detik]



(hal/zlf)

Hide Ads