Pasar Saham Anjlok, Kripto 'Berdarah-darah', Sebenarnya Ada Apa Sih Ini?

Pasar Saham Anjlok, Kripto 'Berdarah-darah', Sebenarnya Ada Apa Sih Ini?

Achmad Dwi Afriyadi - detikFinance
Jumat, 13 Mei 2022 13:20 WIB
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menguat pada penutupan perdagangan di BEI Jumat (19/11). IHSG berada pada level 6.720,26.
Ilustrasi/Foto: Agung Pambudhy
Jakarta -

Kinerja pasar modal yang tercermin dalam Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dalam kondisi tidak baik-baik saja dalam sepekan ini atau usai libur panjang. Kondisi serupa juga terjadi di pasar kripto.

Berdasarkan data RTI, seperti dikutip detikcom, Jumat (13/5/2022), IHSG pada penutupan sesi pertama siang ini bertengger ke level 6606,88. IHSG naik sebanyak 0,11%.

Namun, IHSG telah jauh meninggalkan level 7000. Dalam sepekan, IHSG mengalami penurunan yang cukup dalam sebanyak 8,6%.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kondisi pasar kripto juga tak kalah buruknya. Beberapa aset kripto diketahui mengalami penurunan yang cukup tajam. Seperti dilihat dari CoinMarketCap, bitcoin saat ini seharga US$ 30.625,10. Dalam sepekan, bitcoin sudah turun sebanyak 15,92%.

Selanjutnya, ethereum yang berada di level US$ 2.101,47 turun 23,45%. Kemudian berturut-turut tether turun 0,23%, BNB turun 19,38%, XRP turun 25,95%, dan cardano turun 27,65% selama sepekan terakhir.

ADVERTISEMENT

Rontoknya pasar saham telah diperkirakan beberapa analis sebelumnya. Pada awal pekan ini, Direktur PT Anugerah Mega Investama Hans Kwee mengatakan kemungkinan IHSG akan terus berada dalam pelemahan selama sepekan.

Menurutnya, penurunan IHSG terjadi karena melemahnya pasar global. Belum lagi, ada kekhawatiran pada pelaku pasar terhadap kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat Federal Reserve yang agresif.

"Fed ini diperkirakan akan agresif. Perkirakan pasar, The Fed akan meningkatkan suku bunga 50 basis poin lagi jadi market khawatir," kata Hans kepada detikcom Senin lalu (9/5).

Di sisi lain, Hans menilai ada dua ancaman yang dapat membuat ekonomi global kembali melemah. Hal ini dapat membuat pasar saham ikut melemah. Dua hal yang dimaksud Hans adalah perang Ukraina dan Rusia yang tak kunjung usai dan ancaman COVID-19 di China. Menurutnya, dua faktor itu akan membayangi ekonomi dunia dalam ancaman resesi.

"Perang yang ada di Ukraina Rusia ini memberikan ancaman kenaikan harga komoditas. Kemudian ada juga ancaman pandemi COVID-19 di Tiongkok. Hal itu membuat ekonomi global dalam ancaman resesi," kata Hans.

Sementara itu, Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim Assuaibi menjelaskan kenaikan suku bunga The Fed turut mempengaruhi indeks saham dan rupiah. Meskipun di Indonesia kondisi fundamental dalam negeri cukup bagus, namun tidak kuat menahan gempuran dari rayuan suku bunga AS yang lebih tinggi. Apalagi di Amerika Serikat juga sedang menunggu data inflasi yang angkanya diprediksi masih di kisaran 8%.

Menurut Ibrahim, dengan naiknya suku bunga acuan AS ini maka akan membuat dolar AS menguat. Nah, penguatan dolar AS ini akan membuat barang-barang komoditas yang melawan dolar menjadi mahal. Jika indeks dolar terus meningkat maka pasar akan khawatir adanya resesi.

"Jika bunga acuan naik, maka modal-modal asing yang ada di negara lain termasuk di Indonesia itu lebih pilih invest di dolar AS. Karena itu lebih aman dibandingkan mata uang lain. Apalagi dolar AS saat ini masih sangat kuat dan berpengaruh," kata Ibrahim.

Pada awal pekan ini, CNBC juga melaporkan aksi jual saham yang terjadi di bursa AS juga sejalan dengan aset kripto. Hal itu terjadi setelah Bank Sentral AS memutuskan menaikkan suku bunga acuan sebesar 0,5% sebagai tanggapan atas inflasi.

Pasar saham sempat bangkit karena Gubernur Bank Sentral AS Jerome Powell mengatakan tak mempertimbangkan kenaikan suku bunga acuan 75 basis poin. Namun, kenaikan itu terhenti karena pelaku pasar mempertimbangkan inflasi.

"Secara keseluruhan pasar tetap di bawah tekanan dari inflasi dan kekhawatiran pertumbuhan," kata Vijay Ayyar, vice president of corporate development and internasional di bursa kripto Luno.


Hide Ads