Mata uang Pound Sterling Inggris jatuh ke level terendahnya terhadap dolar AS sejak 37 tahun terakhir. Inggris masih bergulat dengan serangkaian masalah ekonomi yang cukup sulit.
Ancaman resesi, krisis energi dan inflasi di negara-negara G7 membuat nilai pound terus tenggelam sejak tahun lalu. Nilainya pound pada hari rabu menyentuh US$ 1,1406, lebih rendah dibandingkan Maret 2020 saat awal pandemi COVID-19.
Melansir dari CNN, Kamis (8/9/2022), penurunan tersebut membuat pound turun ke level terendahnya terhadap dolar AS sejak 1985, saat Margaret Thatcher masih menjabat Perdana Menteri.
Sementara itu, Liz Truss menjalani hari pertamanya sebagai perdana menteri keempat Inggris sejak pemungutan suara Brexit pada tahun 2016. Dia sudah melihat potensi krisis mata uang sebagai permasalahan.
Truss dilaporkan sedang mempertimbangkan komitmen £150 miliar ($172 miliar) untuk membatasi lonjakan harga energi. Jutaan orang Inggris terancam dalam kemiskinan musim dingin akibat biaya hidup yang melonjak.
Truss berkampanye tentang pemangkasan pajak, dan mengatakan dirinya menentang windfall pajak di perusahaan energi yang menikmati laba besar selama lonjakan harga BBM.
Inggris telah meminjam banyak uang selama pandemi. Kemungkinan investor kembali memberikan lebih banyak uang kepada Inggris jika negara itu mengalami stagflasi. Stagflasi adalah kondisi di mana ekonomi menyusut dengan harga-harga yang terus melonjak.
Stagflasi mendorong trader untuk terus membuang pound, mempersulit ekonomi yang bergantung pada impor dan semakin menaikkan inflasi. Bank of England juga bisa saja menaikkan suku bunga lebih agresif yang pada akhirnya akan merugikan perekonomian negara.
Truss diperkirakan akan mengungkap rencananya untuk menurunkan harga energi pada hari Kamis.
Lihat juga video 'Venezuela Akan Sederhanakan Nilai Mata Uangnya, 100 Juta Jadi 100 Bolivar':
(dna/dna)