Nilai tukar euro merosot hingga US$ 0,9876 atau Rp 14.715 yang terendah dalam 20 tahun terakhir. Kondisi ini terjadi pada Senin kemarin, setelah Rusia menghentikan pasokan gas ke pipa utamanya menuju Eropa.
Sebelumnya, Rusia membatalkan rencananya untuk melanjutkan aliran gas ke pipa Nord Stream dengan alasan kebocoran minyak di turbin. Hari tersebut bertepatan dengan Menteri Keuangan negara G-7 mengumumkan pembatasan harga minyak Rusia.
Negara-negara Eropa telah menghentikan pasokan Rusia dan menyiapkan cadangan gas sebelum musim dingin datang. Meski demikian, para investor menganggap pukulan terhadap ekonominya akan sangat besar.
Nilai tukar euro merosot ke level US$ 0,9876 pada awal perdagangan, level terendah sejak 2002. Euro kemudian pulih ke US$ 0,9939, masih 0,2% lebih rendah dari sesi tersebut.
"Aliran gas telah dibatasi bahkan lebih dari yang diharapkan dan kami telah melihat bukti penurunan permintaan yang membebani aktivitas. Kami memperkirakan euro jatuh lebih jauh di bawah keseimbangan dan tetap di sekitar level itu selama enam bulan ke depan," kata Ahli Strategi di Goldman Sachs, Michael Cahill dilansir Reuters, Selasa (6/9/2022).
Tidak hanya euro, mata uang lain yang rentan terhadap kenaikan harga energi juga turun. Seperti poundsterling yang pada awal perdagangan di US$ 1,1444 turun 0,5% ke level terendah dalam dua tahun.
Bahkan karena euro jatuh, indeks dolar AS sempat mencapai 110,27 atau terkuat sejak Juni 2002. Kemudian jatuh kembali dan terakhir turun 0,2% mencapai angka 109,74.
Bank sentral Eropa (European Central Bank/ECB) akan menggelar pertemuan di tengah anjloknya nilai tukar euro. Pasar memperkirakan peluang kenaikan yang sangat besar pada suku bunga 75 basis poin.
Para pejabat ECB berharap melihat nilai tukar euro stabil, meski telah anjlok 8% dalam tiga bulan terakhir. Apabila terwujud, ECB akan menerapkan kebijakan pengetatan demi menjinakkan inflasi.
(ara/ara)