Cara menilai perusahaan teknologi seperti PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) berbeda dengan perusahaan pada umumnya. Hal ini yang membuat perusahaan ekosistem digital terbesar di Indonesia ini dinilai positif meskipun masih mengalami rugi bersih pada pos bottom line.
Direktur PT Indovesta Utama Mandiri, Rivan Kurniawan, menjelaskan cara menilai perusahaan teknologi memang masih merupakan hal baru. Maka dibutuhkan edukasi sehingga bisa lebih bijaksana dalam menilainya, terutama sebagai pertimbangan investor dalam berinvestasi.
"Kita bisa lihat meskipun GOTO masih mencatatkan rugi bersih secara bottom line akan tetapi dengan rugi EBITDA margin dan juga persentase Contribution Margin (CM) yang semakin kecil maka GOTO sudah di jalur yang tepat untuk mencapai profit," ungkapnya sebagaimana dikutip dari video edukasi yang juga diunggah di akun YouTube Rivan Kurniawan, Kamis (29/09).
Maka perlu memahami matriks apa saja yang digunakan untuk memahami perusahaan teknologi seperti GOTO. Matriks pertama dikenal sebagai Gross Transaction Value (GTV). "Di perusahaan lain ada juga yang menggunakan istilah GMV (Gross Merchandise Value) atau TPV (Total Processing Value). Pengertiannya mirip-mirip meskipun ada perbedaan sedikit," terangnya.
Secara sederhana, kata dia, GTV di GOTO adalah total transaksi yang diproses dalam ekosistem GOTO. Khusus pada kuartal kedua tahun 2022 saja, GTV GOTO tercatat meningkat 39% menjadi sebesar Rp151 triliun dibandingkan semester pertama tahun 2021. Secara total, setengah tahun ini GTV GOTO tercatat sebesar Rp290,5 triliun atau naik 42% dari Rp204,3 triliun pada setengah tahun sebelumnya.
GTV ini turut mendorong peningkatan pendapatan bruto GOTO yang naik signifikan yaitu hampir 100% dari Rp5,37 triliun pada semester I 2021 menjadi Rp10,73 triliun pada semester I 2022. Adapun pendapatan bersih naik 73,3% dari Rp1,96 triliun menjadi Rp3,39 triliun.
Matriks penting lainnya dalam menilai perusahaan teknologi terutama dalam hal ini GOTO adalah Contribution Margin (CM). Secara sederhana CM adalah perhitungan dari revenue (pendapatan) setelah dikurangi biaya-biaya variabel atau variable expenses dari GOTO.
"Apa bedanya CM dengan Operating Profit Margin yang sudah lebih familiar? Variable cost yang dimaksud di sini tidak sama dengan operating expenses atau beban bisnis. Beban bisnis terdiri atas variable cost dan non-variable cost dimana variable cost adalah beban-beban yang akan meningkat seirama dengan peningkatan skala bisnis GOTO. Misalnya biaya jasa IT, biaya pemrosesan, biaya marketing atau advertising, atau biaya promosi," ulasnya.
Hasil dari matriks CM ini bisa memperlihatkan kepada investor apakah sumber pendapatan (revenue stream) dari GOTO bisa tumbuh melampaui Variable Cost (VC) ke depannya. Saat ini terdapat tiga segmen bisnis sebagai revenue stream GOTO yaitu segmen bisnis on-demand, e-Commerce, dan Financial Technology (Fintech).
"Jika CM GOTO ke depannya positif maka hal ini menandakan VC yang dikeluarkan oleh perusahaan sudah lebih kecil daripada pendapatan yang berhasil didapatkan perusahaan. Membuktikan perusahaan sudah bisa scale-up semua lini bisnisnya secara lebih efisien," kata Rivan yang juga aktif sebagai Indonesia Value Investor.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bersambung ke halaman selanjutnya.