Rupiah Keok Lawan Dolar AS, Gubernur BI: Lebih Baik dari India dan Malaysia

Rupiah Keok Lawan Dolar AS, Gubernur BI: Lebih Baik dari India dan Malaysia

Sylke Febrina Laucereno - detikFinance
Kamis, 20 Okt 2022 16:47 WIB
Calon Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo hari ini menjalani uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test di Komisi XI DPR RI.
Gubernur BI Perry Warjiyo/Foto: Lamhot Aritonang
Jakarta - Bank Indonesia (BI) mencatat indeks nilai tukar dolar AS terhadap mata uang utama (DXY) mencapai level tertinggi 114,76 pada 28 September 2022 dan tercatat 112,98 pada 19 Oktober 2022 atau menguat 18,10% (ytd) selama 2022.

Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan nilai tukar rupiah sampai 19 Oktober 2022 terdepresiasi 8,03% (ytd) dibandingkan dengan level akhir 2021.

"Relatif lebih baik dibandingkan dengan depresiasi mata uang sejumlah negara berkembang lainnya, seperti India 10,42%, Malaysia 11,75%, dan Thailand 12,55%," kata Perry dalam konferensi pers, Kamis (20/10/2022).

Dia menjelaskan depresiasi tersebut sejalan dengan menguatnya dolar AS dan meningkatnya ketidakpastian pasar keuangan global akibat pengetatan kebijakan moneter di berbagai negara, terutama AS untuk merespons tekanan inflasi dan kekhawatiran perlambatan ekonomi global di tengah persepsi terhadap prospek perekonomian Indonesia yang tetap positif.

Perry mengungkapkan bank sentral terus mencermati perkembangan pasokan valas dan memperkuat kebijakan stabilisasi nilai tukar rupiah sesuai dengan bekerjanya mekanisme pasar dan nilai fundamentalnya untuk mendukung upaya pengendalian inflasi dan stabilitas makroekonomi.

Sementara itu, tekanan dari sisi arus modal asing meningkat, terutama dalam bentuk investasi portofolio, seiring dengan tingginya ketidakpastian di pasar keuangan global. Investasi portofolio diperkirakan mencatat net outflow sebesar US$ 2,1 miliar pada kuartal III 2022.

Kemudian posisi cadangan devisa Indonesia akhir September 2022 tercatat sebesar US$ 130,8 miliar.

"Setara dengan pembiayaan 5,9 bulan impor atau 5,7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri Pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor," ujar dia. (kil/ara)


Hide Ads