Mahkamah Agung (MA) telah menolak permohonan peninjauan kembali (PK) dari pemohon peninjauan kembali PT Hanson International Tbk dalam putusan nomor 17 PK/Pdt.Sus-Pailit/2022 pada 5 Juli 2022 lalu. Hal itu disebut mengakibatkan Hanson International yakni emiten milik Benny Tjokrosaputro kembali pada putusan pailit.
Hal itu sesuai dengan putusan kasasi nomor 667 K/Pdt.Sus-Pailit/2021 yang menguatkan putusan pengadilan niaga dalam pengadilan negeri Jakarta Pusat perkara permohonan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) nomor 29/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN.Niaga.Jkt.Pst. tertanggal 12 Agustus 2020 yang memerintahkan tim kurator untuk melaksanakan pemberesan boedel pailit.
Pengacara Budiman Siagian mengatakan, dalam kontra memori Peninjauan Kembali, pihaknya menyatakan bahwa bukti baru (novum) yang diajukan Pemohon Peninjauan Kembali sejumlah 121 adalah bukti yang pernah diuji dan diketahui sebelumnya di mana telah diputuskan yang ada di dalam pertimbangan Judex Juris sebelumnya yaitu Putusan Kasasi Nomor 667 K/Pdt.Sus-Pailit/2021 tanggal 8 Juni 2021,ì. Sehingga, kata dia, sudah selayaknya novum tersebut ditolak.
"Perlu diketahui bahwa sebelumnya pengadilan niaga dalam pengadilan negeri Jakarta Pusat dalam tingkat yang sama, mengeluarkan 2 (dua) putusan constitutief vonnis yang berbeda atas 1 (satu) perkara yang sama yaitu putusan nomor 29/Pdt.Sus-PKPU/2020/PN.Niaga.Jkt.Pst. tertanggal 12 Agustus 2020 yang memutuskan Hanson International dalam keadaan pailit dan putusan tertanggal 18 Februari 2021 dengan putusan homologasi perdamaian," ujar Budiman Siagian dalam keterangan tertulis, Selasa (3/1/2023).
Lawyer Jimmy Anthony, partner pada Kantor Advokat Budiman Siagian & Associates, sebagai salah satu kuasa hukum para termohon Peninjauan Kembali, mengatakan bahwa senada dengan ratio decidendi dalam putusan nomor 17 PK/Pdt.Sus-Pailit/2022 yang menyatakan tidak adanya kekhilafan atau kekeliruan yang nyata dalam putusan kasasi Judex Juris karena terbukti putusan Judex Facti pengadilan niaga dalam pengadilan negeri Jakarta Pusat telah melanggar tertib hukum acara di mana tidak dapat dibenarkan adanya upaya perdamaian kembali pada proses kepailitan yang berasal dari permohonan PKPU (Bab III UU Kepailitan dan PKPU), namun menggunakan ketentuan permohonan pernyataan pailit (Bab II UU Kepailitan dan PKPU).
Dengan demikian debitor yang telah pailit karena Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) tidak dapat didamaikan kembali.
Hal senada sesuai rumusan Hukum Kamar Perdata tahun 2021 dalam Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 05 tahun 2021, tegas Jimmy Anthony, yang juga mengharapkan putusan Judex Juris ini dapat menjadi yurisprudensi untuk menghindari sesat pikir atau logical fallacy.
Jimmy Anthony mengatakan, Indonesia khususnya dalam UU kepailitan dan PKPU, tidak menganut insolvency test sebelum putusan pailit dijatuhkan seperti yang diterapkan di Amerika dan Uni Eropa. Sehingga pada saat putusan pailit dijatuhkan, tim kurator dapat langsung melaksanakan pemberesan boedel pailit sesuai putusan pengadilan niaga, tanpa perlu adanya pembuktian insolvensi.
Hal tersebut sesuai dalam penjelasan UU kepailitan dan PKPU pasal 292, bahwa putusan pailit mengakibatkan harta pailit debitor langsung berada dalam keadaan insolvensi. Dan pasal 178 UU kepailitan dan PKPU menjelaskan, apabila pengesahan perdamaian ditolak berdasarkan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, demi hukum harta pailit berada dalam keadaan insolvensi.
Selain itu, Jimmy Anthony juga mempertegas, dalam pasal 179 UU kepailitan dan PKPU menjelaskan apabila dalam rapat pencocokan piutang tidak ditawarkan rencana perdamaian atau jika rencana perdamaian yang ditawarkan tidak diterima, kurator atau kreditor yang hadir dalam rapat dapat mengusulkan supaya perusahaan debitor pailit dilanjutkan.
Hal ini mempertegas bahwa upaya on going concern atau kelanjutan usaha debitor pailit hanya berlaku selama proses sidang kepailitan berlangsung, dalam rapat pencocokan piutang. Artinya setelah putusan pengadilan niaga dan atau telah berkekuatan hukum tetap, upaya tersebut tidak dapat diberlakukan.
"Selain itu, upaya on going concern, sesuai UU kepailitan dan PKPU, hanya diberlakukan terhadap debitor pailit dalam Bab II terhadap permohonan pernyataan pailit, bukan terhadap debitor PKPU yang berakhir pailit dalam bab III terhadap permohonan PKPU. Hal tersebut telah dipertegas Judex Juris dalam putusan kasasi dan peninjauan kembali tersebut sebelumnya, di mana antara Bab II dan Bab III tidak dapat dicampuradukkan," jelas Jimmy Anthony.
(acd/das)