Saham WeWork mendekati nol pada Rabu (9/8) setelah perusahaan coworking space asal Amerika Serikat (AS) itu memperingatkan tentang kebangkrutan. Kondisi ini bertolak belakang dengan kekayaan perusahaan yang pernah bernilai US$ 47 miliar atau Rp 712,61 triliun (kurs Rp 15.162).
Perusahaan yang didukung SoftBank telah mengalami kekacauan sejak rencananya untuk go public pada 2019 gagal setelah investor mundur dari kerugian besar. Hal ini tidak terlepas dari penyimpangan tata kelola perusahaan dan gaya manajemen pendiri, Adam Neumann.
Akhirnya WeWork berhasil go public pada 2021 dengan penilaian yang jauh berkurang, tetapi tidak pernah menghasilkan keuntungan. Konglomerat Jepang, SoftBank telah menggelontorkan puluhan miliar untuk menopang startup tersebut, tetapi terus merugi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"WeWork mungkin merupakan startup yang paling overhyped dalam beberapa tahun terakhir," kata Kepala Dana Ekuitas di Hargreaves Lansdown, Steve Clayton dikutip dari Reuters, Kamis (10/8/2023).
Saham WeWork telah diperdagangkan di bawah US$ 1 sejak pertengahan Maret 2023 dan memiliki kapitalisasi pasar di bawah US$ 500 juta. Di saat seperti ini banyak eksekutif memilih pergi untuk meninggalkan, termasuk CEO Sandeep Mathrani pada Mei dan tiga anggota dewan minggu ini.
"Pencarian CEO baru sedang berlangsung," kata WeWork.
Model bisnis perusahaan melibatkan sewa ruangan dalam jangka panjang dan jangka pendek. Konsep itu berkembang pesat selama bertahun-tahun, tetapi pandemi COVID-19 membuat coworking space menjadi kurang menarik.
SoftBank menyatakan penyesalannya karena mengalami kerugian miliaran dolar setelah investasi di WeWork selama beberapa tahun terakhir. Kepala perusahaan itu, Masayoshi Son secara pribadi telah mendukung Neumann dan menebus WeWork pada 2019 dengan US$ 10 miliar setelah IPO gagal.
Pada Maret 2023, WeWork mencapai kesepakatan untuk memangkas utang US$ 1,5 miliar dan memperpanjang tanggal beberapa jatuh tempo untuk menghemat pengeluaran.
Pemotongan biaya membantu WeWork melaporkan kerugian bersih yang lebih kecil sebesar US$ 349 juta pada kuartal II-2023, dari US$ 577 juta tahun lalu. WeWork berencana untuk menopang likuiditas dengan memangkas biaya sewa, mengendalikan biaya, dan mengurangi karyawan.
"Ruang kerja yang fleksibel memiliki masa depan dalam ekosistem kantor, tetapi WeWork dalam kondisi saat ini, mungkin tidak," tulis analis BTIG.
Simak juga Video: Saham Tupperware Merosot Hingga 50%