Beredar kabar bahwa PT Smartfren Telecom Tbk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) kepada sejumlah karyawannya. Terkait kabar tersebut, Smartfren buka suara.
Perusahaan telekomunikasi itu mengatakan saat ini pihaknya tengah melakukan beberapa inisiatif penajaman strategi bisnis, benchmarking dan perbaikan kinerja, seperti redefinisi tugas dan fungsi kerja. Hal-hal itu dilakukan guna meningkatkan daya saing.
"Hal ini sejalan dengan perkembangan industri yang menuntut perusahaan untuk senantiasa melakukan transformasi demi menunjang kelangsungan usaha," kata Director Investor Relations & Media Smartfren, Gisela Yenny Lesmana, dalam keterangannya kepada detikcom, Rabu (27/9/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Terkait kebijakan PHK, manajemen mengatakan telah melakukan dialog dengan para pekerja yang terdampak. Saat ini proses PHK tersebut disebut telah sesuai aturan yang berlaku. Namun, pihak Smartfren belum mengonfirmasi jumlah karyawan yang terdampak PHK.
"Kami sudah melakukan dialog dengan pekerja yang terdampak dengan selalu mengedepankan komunikasi dan musyawarah. Proses yang berjalan pun sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Apabila ada ketidaksesuaian pendapat, maka perusahaan akan melakukan mediasi sesuai dengan mekanisme dan peraturan yang berlaku," jelasnya.
Kabar Smartfren PHK Karyawan
Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Serikat Pekerja Indonesia (DPP ASPEK Indonesia), sebagai induk organisasi dari Serikat Karyawan Smartfren, mengungkap ada sebanyak 100 karyawan Smartfren terdampak PHK pada Agustus 2023.
Menurut Presiden ASPEK Indonesia, Mirah Sumirat, berdasarkan laporan yang diterima PHK tersebut telah dilakukan sepihak dan massal diketahui masih akan berlanjut di tahun 2023, dan diperkirakan akan menelan korban mencapai sedikitnya 300 karyawan.
Untuk itu, pihaknya meminta perhatian Menteri Ketenagakerjaan Republik Indonesia terkait laporan kasus pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak dan massal yang terjadi di PT Smartfren Telecom Tbk terhadap Pengurus, Anggota Serikat Karyawan Smartfren serta Karyawan PT Smartfren Telecom Tbk.
Mirah mengungkapkan, PHK sepihak dan massal yang dilakukan manajemen PT Smartfren Telecom Tbk tidak memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Baik secara proses maupun terkait dengan hak-hak normatif yang wajib dibayarkan oleh perusahaan.
"Ironisnya para karyawan yang di-PHK, tidak mendapatkan hak-hak sesuai ketentuan perundangan yang berlaku, karena hanya diberikan kompensasi yang hanya diperhitungkan dari gaji pokok saja dan tidak memperhitungkan tunjangan lain yang bersifat tetap," tuturnya dalam keterangn tertulis.
Menurutnya lagi, beberapa anggota Serikat Karyawan Smartfren yang di-PHK sepihak, telah menolak untuk di-PHK dan telah memberikan kuasa kepada DPP ASPEK Indonesia untuk diadvokasi kasusnya, baik terkait PHK maupun hak-hak normatif lainnya.
Terkait kasus ini, DPP ASPEK Indonesia mengaku telah mengirim surat permohonan pertemuan kepada Direktur Utama dan Chief Executive Officer (CEO) PT Smartfren Telecom Tbk.
"Namun sampai saat ini, tidak ada tanggapan dari pihak manajemen PT Smartfren Telecom Tbk," tambah keterangan tersebut.
Mirah mendesak Menteri Ketenagakerjaan untuk turun tangan memanggil Direksi PT Smartfren Telecom Tbk, agar manajemen PT Smartfren Telecom Tbk tidak melakukan PHK sepihak dan massal yang sewenang-wenang.
Lihat juga Video: Dana Rp 1,8 M untuk Karyawan Terdampak PHK Dikorupsi Dinsos Purwakarta