Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dan nilai tukar rupiah rontok pada Senin (23/10). Fenomena tersebut disinyalir karena penyebab yang sama.
IHSG kemarin apgi terkoreksi cukup dalam. Mengutip data RTI, IHSG kemarin pagi turun hingga 109 poin (1,6%) ke level 6.740.
IHSG berada di level tertingginya di 6.853,4 dan terendahnya 6.730,8. Sebanyak 148 saham bergerak naik, 430 turun dan sisanya 175 stagnan. Pada penutupan perdagangan, IHSG anjlok ke 6.741,9 atau turun 107 poin atau -1,57%.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Praktisi pasar modal, Hans Kwee mengatakan pelemahan IHSG kemarin didominasi faktor risiko konflik di Timur Tengah. Konflik tersebut berpotensi mengerek harga minyak dan inflasi, dan membuat The Fed bisa menahan suku bunga tinggi lebih lama.
"Juga karena data ekonomi AS lebih tinggi dari perkiraan, terjadi sell off obligasi AS sehingga yield naik dan mendorong rupiah melemah. Gabungan faktor ini mendorong IHSG melemah." katanya kepada detikcom, Senin (23/10/2023).
Di sisi lain, nilai tukar rupiah juga makin melemah terhadap dolar AS. Dolar AS terus menggencet rupiah mendekati level Rp 16.000 atau tepatnya berada di Rp 15.945.
Analis DFCX Futures Lukman Leong mengatakan faktor eksternal masih menjadi penyumbang tenaga dolar AS untuk menggencet rupiah. Menurutnya, rupiah melemah terhadap dolar AS disebabkan naiknya imbal hasil obligasi AS oleh kekhawatiran akan prospek suku bunga bank sentral AS The Federal Reserve.
"Investor pun mengantisipasi data PDB AS minggu ini yang diperkirakan akan tumbuh kuat 4,2% serta data inflasi PCE AS. Investor juga mengantisipasi sikap hawkish dari Powell yang akan kembali berpidato minggu ini," ungkap Lukman kepada detikcom.
Faktor lainnya, adalah kekhawatiran terus memanasnya perang Israel-Hamas. Perang memicu kenaikan harga minyak mentah dan mengerek nilai tukar dolar AS.
"Faktor lainnya yang juga berperan adalah kekhawatiran akan eskalasi perang Israel-Hamas dan harga minyak mentah dunia yang kembali tinggi," beber Lukman.
Sementara itu, pengamat pasar uang, Ariston Tjendra pun mengamini faktor eksternal menjadi pemicu utama dolar AS terus berjaya terhadap rupiah. Konflik Israel-Hamas memicu pelaku pasar keluar dari aset berisiko dan beralih ke dolar AS sebagai safe haven. "Kekhawatiran soal meluasnya konflik Israel-Hamas juga bisa mendorong pelaku pasar keluar dulu dari aset berisiko," ungkap Ariston kepada detikcom.
Money changer ramai diserbu. Cek halaman berikutnya.