Jual Beli Karbon Wajib Punya SRN PPI, Begini Caranya

Jual Beli Karbon Wajib Punya SRN PPI, Begini Caranya

Hana Nushratu Uzma - detikFinance
Sabtu, 02 Mar 2024 15:08 WIB
Media Center KLHK
Foto: KLHK
Jakarta -

Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI (KLHK) terus berupaya mengatasi perubahan iklim. Di antaranya dengan mencatatkan pelaksanaan Aksi Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim, NEK (Nilai Ekonomi Karbon), dan sumber daya perubahan iklim.

Ketiganya didaftarkan pada Sistem Registri Nasional (SRN) Pengendalian Perubahan Iklim (PPI). Prosedur pengurusannya pun cukup mudah.

Direktur Inventarisasi Gas Rumah Kaca dan Monitoring Pelaporan Verifikasi Ditjen PPI KHLK Hari Wibowo menjelaskan SRN PPI adalah sistem pengelolaan, penyediaan data, dan informasi berbasis web tentang aksi dan Sumber Daya untuk Mitigasi Perubahan Iklim, Adaptasi Perubahan Iklim, dan NEK di Indonesia sebagaimana diatur dalam Perpres Nomor 98 Tahun 2021.

Tujuan yang pertama agar pemerintah memiliki satu data Emisi GRK dan Ketahanan Iklim. Data nasional, sektor, dan subsektor inilah yang kemudian menjadi rujukan nasional dan internasional.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Kedua, mencatatkan pelaksanaan NEK. NEK sendiri yaitu pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dan persetujuan teknis serta transaksi atas persetujuan teknis maupun kinerja atas persetujuan teknis perdagangan emisi.

"Jadi fungsi SRN itu pertama sebagai dasar pengakuan pemerintah atas kontribusi penerapan NEK dalam pencapaian target NDC. Kedua, data dan informasi aksi dan sumber daya mitigasi penerapan NEK," kata Hari, dalam keterangan tertulis, Sabtu (2/3/2024).

ADVERTISEMENT

Lebih jauh, Hari Wibowo menjelaskan SRN PPI ini juga bertujuan menghindari penghitungan ganda aksi mitigasi atau double claim, bahan penelusuran pengalihan, dan bahan pertimbangan kebijakan operasional lebih lanjut sesuai sesuai kebutuhan.

"Jadi penting sekali SRN PPI ini," tegas Hari.

Menurut Hari, bukan hanya pelaku usaha yang berkewajiban mencatatkan pelaksanaan Aksi Mitigasi dan Adaptasi Perubahan Iklim, NEK, dan sumber daya perubahan iklim pada SRN PPI.

Kementerian/Lembaga, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat juga dapat mencatatkan dan melaporkan pelaksanaan penyelenggaraan NEK pada SRN PPI. Hal ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 21/2021.

Hari kemudian menjelaskan beberapa prinsip terkait penyelenggaraan NEK dan Perdagangan Karbon sebagaimana diatur dalam Perpres Nomor 98 Tahun 2021. Tidak cukup mendaftarkan kegiatan/aksi mitigasi penurunan emisi GRK ke dalam SRN.

Pelaku usaha/kegiatan dalam menghitung penurunan emisi GRK juga harus sesuai prinsip Measurable, Reportable, Verifiable (MRV). Penghitungan reduksi emisi GRK harus sesuai standar nasional dalam sistem dan metoda Indonesia (SNI), merujuk kepada metodologi IPCC, dan sudah disepakati secara nasional melalui panel metodologi di KLHK.

"Kompatibilitas terhadap perdagangan yang sudah terjadi sejak lama bisa dilakukan dengan penyesuaian dalam prosedur sederhana, sehingga tidak akan menyulitkan pihak-pihak pelaku perdagangan karbon," terang Hari.

Klik halaman selanjutnya >>>

Apabila penurunan emisi GRK yang telah dihitung akan diperdagangkan, maka harus diubah ke dalam bentuk Sertifikat Penurunan Emisi (SPE) melalui proses sertifikasi. SPE menjadi alat tukar yang bernilai moneter.

Selain itu, harus ada otorisasi untuk perdagangan karbon luar negeri. Sebab, berapa karbon yang keluar dan ke mana tujuan serta harga yang terjadi perlu diketahui pemerintah.

Pencatatan ke luar negeri dilakukan untuk menghindari terjadinya penjualan berlebih (overselling) yang bisa menyebabkan target NDC Indonesia tidak tercapai dan terjadinya sengketa kepemilikan karbon. Misalnya, adanya kontrak karbon hutan dalam kurun waktu lebih dari 50 tahun yang tidak diketahui pemerintah padahal eksploitasi karbon telah terjadi tiap tahun (pindah ke luar negeri).

Hari kemudian menjelaskan tahapan mencatatkan SRN sampai akhirnya terbit SPE-GRK (Sertifikat Penurunan Emisi-Gas Rumah Kaca). Pertama, harus mendaftar dan mengisi data umum.

Kedua, menyusun dokumen DRAM (Daftar Rincian Aksi Mitigasi) dan LCAM (Laporan Capaian Aksi Mitigasi). Ketiga, tinjauan akhir Tim. Kalau syarat terpenuhi maka terbitlah SPE-GRK di Registri Karbon SRN.

"Validasi DRAM paling lama satu bulan sejak DRAM diterima Validator. Setelah ada laporan Validasi DRAM dari Validator, kemudian baru menyusun LCAM," papar Hari.

"Verifikasi ini paling lama enam bulan sejak laporan diterima. Tahapan ini bisa dilihat di srn.kemenlhk.go.id," lanjutnya.

Isu lain terkait penyelenggaraan perdagangan karbon yang perlu diluruskan adalah biaya penerbitan SPE. Dalam Permen 21 tahun 2022 tentang Tata laksana Nilai Ekonomi Karbon telah diatur adanya pungutan penerbitan SPE.

Ini tertuang di Pasal 66 ayat (5). Bunyinya, Penerbitan SPE-GRK dikenakan pungutan berupa tarif jasa pelayanan penerbitan SPE-GRK.

"Pungutan ini merupakan penerimaan negara bukan pajak. Masuk ke kas negara," tegas Hari.

"Bukan ke kantong pribadi," imbuhnya.

Berapa Biayanya?

Berdasarkan usulan KLHK ke Kementerian Keuangan, tarif Jasa layanan penerbitan SPE-GRK per dokumen sebesar Rp 3.000. Hal ini dapat disimpulkan biaya mengurus SPE-GRK tidak akan terlalu tinggi.

Sebab, biaya yang dibutuhkan hanya untuk Menyusun Dokumen Rancangan Aksi Mitigasi (DRAM), Laporan Capaian Aksi Mitigasi (LCAM), dan melakukan validasi/verifikasi oleh pihak ketiga.

Biaya persiapan aksi mitigasi sehingga layak mendapat SPE-GRK bisa relatif tinggi apabila memperhitungkan biaya investasi seperti teknologi dan sumber daya manusia serta alat pemantauan. Biaya tersebut akan spesifik, tergantung jenis aksi mitigasinya.

Mengingat pentingnya SRN ini, maka sosialisasi dengan banyak pihak menjadi solusi yang wajib dijalankan pemerintah. Saat ini sudah membangun Rumah Kolaborasi dan Konsultasi Iklim dan Karbon (RKKIK).

RKKIK ini menyediakan beberapa bidang pelayanan kepada pemangku kepentingan, di antaranya tema NDC Mitigasi, NEK, SRN serta adaptasi. Selain itu, memfasilitasi beberapa kegiatan di antaranya penyebaran informasi, edukasi peningkatan kapasitas, advokasi, layanan teknis dan kerjasama pemangku kepentingan.

Hari Wibowo menceritakan sejak 2021, terdapat 383 pelaku usaha yang mengajukan proses sertifikasi SRN. Di antara jumlah pelaku tersebut sebanyak 98 perusahaan sudah mencapai level penyusunan DRAM, 4 pelaku telah menyelesaikan LCAM, dan 3 perusahaan sudah mampu menerbitkan SPE termasuk Pertamina, PLN dan Sidrap Bayu Energi.

Sisa pelaku lainnya masih diwajibkan untuk terus menyempurnakan data umum pelaku. Melihat proses saat ini, kecepatan penerbitan SPE tentu sangat terkait kapasitas penyelesaian DRAM, LCAM serta proses validasi dan verifikasinya demi memberikan penjaminan mutu dan integritas unit karbon SPE-GRK yang diterbitkan.

Namun demikian, ditemukan adanya pelaku usaha yang proses pendaftaran dalam SRN PPI dihentikan, yaitu Rimba Raya Conservation dan Infinite Earth Limited. Sebab, kedua proponent ini mendaftarkan aksi mitigasi pada lokasi yang sama sehingga terjadi double claim.




(ncm/ega)

Hide Ads