PT Bursa Efek Indonesia (BEI), PT Kliring Penjaminan Efek Indonesia (KPEI) dan PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) meluncurkan produk derivatif baru yang disebut Kontrak Berjangka Indeks Asing (KBIA). Peluncuran KBIA ini dilakukan untuk menambah variasi instrumen yang diperdagangkan dan mendorong perkembangan derivatif di pasar modal Indonesia.
Selain itu, KBIA juga diharapkan mampu menambah eksposur investasi luar negeri di pasar modal Indonesia.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Inarno Djajadi menyebut, operasional KBIA akan menggunakan indeks atas efek yang tercatat di bursa luar negeri sebagai underlying.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia menyebut, produk ini bisa dimanfaatkan investor untuk mendapatkan eksposur atas pergerakan indeks dengan konstituen saham-saham luar negeri. Peluncuran produk ini juga dianggap sejalan dengan amanat Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
"Kita juga akan meluncurkan produk derivatif baru, yaitu Kontrak Berjangka Indeks Asing (KBIA), dengan underlying MSCI Hong Kong Listed Large Cap, yang diterbitkan BEI bekerjasama secara resmi dengan MSCI. Melalui penerbitan produk baru ini, diharapkan pasar derivatif Indonesia akan memiliki variasi investasi yang lebih luas dan pertumbuhannya akan semakin meningkat di masa mendatang." kata Inarno dalam acara Penutupan Perdagangan BEI Tahun 2024 di Gedung BEI, Senin (30/12/2024).
Diketahui, BEI juga telah menerbitkan KBIA dengan underlying indeks MSCI Hong Kong Listed Large Cap. Indeks ini merepresentasikan pergerakan saham-saham dengan kapitalisasi pasar yang besar dan tercatat di Bursa Hong Kong.
Direktur Pengembangan BEI, Jeffrey Hendrik menuturkan, KBIA MSCI Hong Kong Listed Large Cap memiliki contract size sebesar Rp10.000 per poin indeks dengan leverage hingga 33 kali lipat. Sehingga, kata dia, modal yang dibutuhkan untuk bertransaksi KBIA sangat terjangkau bagi investor.
Untuk menjaga kewajaran transaksi dan risiko dari KBIA, Jeffrey juga menyebut rentang pergerakan harga harian atau auto rejection KBIA dibatasi sebesar 15% dari harga penyelesaian hari sebelumnya.
"Dengan adanya produk baru KBIA ini, kita harapkan juga menambah daya tarik dari calon-calon AB derivatif," kata Jeffrey kepada wartawan di Gedung BEI, Jakarta, Senin (30/12).
Saat ini, Jeffrey menyebut ada sebanyak 16 kontrak yang masuk dalam antrean atau pipeline. Sementara itu, terdapat tiga kontrak yang telah diberikan izin. Lebih jauh, Jeffrey juga menargetkan 1 juta kontrak di tahun 2025 termasuk Single Stock Futures (SSF).
"Yang kita targetkan adalah kontraknya. Kita berharap di tahun depan ada 1 juta kontrak. Ya, SSF, KBIA," tutupnya.
Simak juga Video 'Pendatang Baru di BEI, SKB Food akan Gunakan Kode Saham RAFI':
(acd/acd)