Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak di zona merah pada perdagangan, Selasa (18/3). Pada penutupan perdagangan, IHSG terkoreksi 248,59 poin ke level 6.223 atau melemah 3,84% pada penutupan perdagangan.
Berdasarkan data RTI Business, investor asing tercatat melakukan net sell atau jual bersih senilai Rp 885,84 miliar di seluruh pasar kala IHSG melemah hari ini. Sementara jual bersih asing di pasar reguler tercatat Rp 848,50 miliar.
Berdasarkan data perdagangan Stockbit, tercatat beberapa saham yang dilepas investor asing hari ini, yakni PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) sebesar Rp 1520,37 miliar, PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) Rp 632,69 miliar, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) Rp 353,78 miliar, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) Rp 109,94 miliar, dan PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (ADRO) Rp 48,27 miliar.
Sebelumnya, PT Bursa Efek Indonesia (BEI) sempat menutup sementara perdagangan saham lantaran IHSG terperosok hingga 5,02% pada pukul 11.19 hingga 11.49 WIB. Alih-alih menguat, IHSG justru melemah 6,12% hingga penutupan sesi I perdagangan.
Rontoknya IHSG disinyalir imbas kebijakan pemerintah yang dianggap tidak berpihak pada ekosistem pasar modal. Hal itu tercermin dari pemangkasan rating pasar saham Indonesia oleh sejumlah lembaga pemeringkat dunia beberapa waktu lalu.
Direktur Utama BE,I Iman Rachman mengatakan, rontoknya IHSG tidak serta-merta terjadi imbas kebijakan pemerintah. Ia menyebut, rontoknya IHSG terjadi akibat dinamika perekonomian global.
"Kalau kita lihat, menurut saya ini sudah terjadi sejak minggu lalu. Jadi sebetulnya kita boleh mengajar beberapa memang isu-isu global terjadi. Sebagaimana kita lihat.
Dan juga beberapa hal yang terjadi saat ini. Kita wait and see," kata Iman kepada wartawan di Gedung BEI, Jakarta, Selasa (18/3/2025).
Iman mengatakan, penurunan terjadi lebih banyak disebabkan oleh jual bersih asing atau net sell. Ia pun menegaskan, pergerakan IHSG terjadi akibat banyak faktor, baik fundamental perusahaan, ekonomi domestik, hingga ketidakpastian global.
"Indeks kan akumulasi berbagai hal, tidak hanya domestik, kalau fundamental perusahaan semuanya bagus nggak ada isu. Yang terjadi itu persepsi mengenai kondisi bursa efek kita," tutupnya.
(ara/ara)