Pembiayaan menjadi salah satu tantangan dalam menggenjot lebih banyak pengembangan energi terbarukan. Hal ini diamini oleh PT PLN (Persero) sebagai perusahaan listrik yang melayani 92 juta pelanggan di Tanah Air.
"Kami memiliki sekitar 65% produksi listrik yang berasal dari batu bara. Dan itu juga merupakan tantangan bagi kami." kata Direktur Keuangan PT PLN (Persero), Sinthya Roesly di Indonesia Paviliun pada gelaran COP29 di Baku, Azerbaijan, Selasa (12/11/24).
Sinthya menjelaskan, para investor ataupun lembaga internasional sulit mengalirkan dana investasi mereka ke sektor energi terbarukan saat terpaut oleh sejumlah syarat. Salah satunya soal kapasitas penggunaan batu bara yang dimiliki PLN saat ini.
"Ekspektasi dari investor, mereka saat ini terbatas untuk dapat berinvestasi karena kami memiliki porsi batu bara ini lebih dari 50%. Karena salah satu hal yang mereka katakan adalah juga persyaratan dari OECD, misalnya, maksimum 30% atau maksimum 50%." jelas Sinthya.
![]() |
Untuk itu, Sinthya berharap investor dapat memperbaiki pendekatan pembiayaan transisi energi agar lebih inklusif. Dia bilang, transisi energi tak dapat dilakukan dengan tiba-tiba, melainkan bertahap.
"Jadi saya pikir yang kami butuhkan juga pemahaman dari komunitas investor global, bahwa Indonesia tidak dapat berubah dari coklat menjadi hijau, secara tiba-tiba. Jadi harus ada transisi, suatu jalur. Jadi harus ada pembiayaan transisi yang juga dapat diterima oleh para investor. Dan itu harus didorong dari komunitas global, menurut saya." kata Sinthya.
PLN sendiri telah mengimplementasikan berbagai inisiatif strategis untuk mengembangkan penggunaan energi terbarukan di Indonesia. Beberapa langkah yang dilakukan sejauh ini di antaranya peningkatan kapasitas pembangkit energi terbarukan, penyelesaian proyek pembangkit energi terbarukan, hingga penerapan teknologi hijau.
PLN juga telah mengimplementasikan berbagai strategi untuk memperoleh pendanaan guna mendukung proyek-proyek pembangkit energi terbarukan. Di antaranya penerbitan Green Bonds, kerja sama dengan lembaga keuangan internasional, investasi dalam infrastruktur jaringan transmisi hijau yang mendukung distribusi energi terbarukan.
"Kami memiliki komitmen untuk melakukan perjalanan dekarbonisasi nol bersih ini, tetapi tolong bantu kami untuk masuk ke dalam sistem dan bagaimana membiayainya dan juga melepaskan dan mendapatkan platform, memahami bahwa negara seperti kami perlu memiliki syarat dan ketentuan tertentu yang dapat mereka terima." kata Sinthya. (eds/ara)