Hari ini, Dahlan tidak kembali datang dalam rapat dengan Komisi VII DPR terkait temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) soal inefisiensi PLN Rp 37 triliun di 2009/2010. Dahlan diminta tanggung jawab karena saat itu menjabat sebagai Dirut PLN.
"Ini dia tidak datang, kita (Komisi VII akan rapat internal), kita akan kirim surat ke presiden," kata Effendi ditemui di ruang Komisi VII, Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (5/12/2012).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini karena sikapnya mencermintakan tidak beretika, wanprestasi, dan pelecehan kepada presiden," ucapnya.
"Kita ini sudah panggil yang ke 5 kali, baru sekali dipenuhi, ini sudah terlihat Dahlan lari dari permintaan tanggung jawab dan klarifikasi temuan BPK kerugian negara Rp 37,6 triliun," cetus Effendi.
Kemarin, Dahlan mengatakan dirinya lebih memilih menghadiri pertemuan dengan salah satu BUMN Dhuafa yakni PT Kertas Leces (Persero) di Probolinggo Jawa Timur hari ini.
Pengamat Perminyakan Kurtubi menilai pemanggilan mantan Dirut PLN Dahlan Iskan oleh Komisi VII DPR untuk menjelaskan pemborosan atau inefisiensi PLN 2009/2010 sebesar Rp 37 triliun salah alamat.
Menurutnya akar permasalahannya karena kebijakan Presiden Megawati, termasuk Menteri ESDM pada waktu itu Purnomo Yusgiantoro.
Direktur Utama PLN Nur Pamudji pernah mengatakan, kehilangan kesempatan penghematan tersebut terjadi karena tidak adanya pasokan gas ke PLTG. "Karena nggak ada gas," ucapnya.
Tidak dapat gas, kata Pamudji, karena Kementerian ESDM dan BP Migas memiliki prioritas tersendiri untuk pasokan gas. "Itu ada Permen ESDM nomor 3 tahun 2010 terkait prioritas gas," jelasnya.
Wakil Menteri ESDM Rudi Rubiandini juga mengatakan, penyebab pemborosan yang ditemukan BPK dikarenakan tata niaga gas.
"Ada priotitas peruntukkan gas, di mana prioritas pertama untuk injeksi produksi minyak (minyak duri yang dikelola Chevron), untuk listrik, untuk pupuk dan terakhir untuk industri," kata Rudi.
Dikarenakan prioritas gas tersebut, alokasi gas untuk PLN tidak ada.
"Betul (karena prioritas gas). Tapi kan barangnya nggak ada. Barangnya nggak ada. Lagipula, masalahnya adalah mau ke mana ini didahulukan. Waktu itu kan harus injeksi uap nomor satu, baru PLN, lalu pupuk yang terkahir baru industri. Itu yang jadi masalah. Karena pada saat itu ketika gas shortage, kalau nggak salah 20 hari, karena sesuai permen itu yang dilakukan," ungkap Rudi.
(rrd/dnl)