"Menurunkan harga BBM waktu itu adalah kesalahan utama yang dilakukan pemerintahan SBY. Kalau saja waktu itu tidak diturunkan, kita akan memiliki postur anggaran yang berbeda. Kita tidak akan terbebani dengan beban subsidi yang sebesar ini," ujar Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Fadhil Hasan dalam diskusi di Kantor INDEF, Jakarta, Rabu (27/8/2014).
Ia mengatakan, saat itu pemerintah SBY gagal memanfaatkan APBN sesuai dengan fungsinya. Harusnya, penggunaan APBN harus dilandasi pada tiga fungsi yakin sebagai fungsi Alokasi berupa efisiensi dan efektivitas perekonomian, fungsi Distribusi berupa pemerataan pembangunan dan fungsi Stabilisasi berupa penjaga keseimbangan fundamental perekonomian.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Itu lah yang disebut fungsi stabilitas APBN. Sayang waktu itu kan APBN tidak dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya. Saat itu APBN justru lebih digunakan sebagai pencitraan dan bersifat politis," tuturnya.
Ia menambahkan, kondisi itu telah mengakibatkan anggaran belanja Indonesia tersandera dalam beban subsidi BBM hingga saat ini.
Celakanya, harga BBM yang murah dan pertumbuhan jumlah kendaraan yang tidak terkendali kemudian juga mendorong peningkatan konsumsi dan berakibat pada pemborosan konsumsi BBM. Akibatnya, impor BBM pun menjadi hal yang tak bisa dielakkan.
"Impor minyak yang besar menjadi salah satu penyumbang terbesar defisit neraca perdagangan," tuturnya.
Kondisi ini menjadi pekerjaan rumah yang tentu tidak menyenangkan bagi pemerintah selanjutnya karena harus menanggulangi permasalahan ini.
"Subsidi BBM yang besar ini menjadi ranjau dan bom waktu yang harus ditanggulangi segera oleh pemerintah yang baru. Memang tidak adil kalau diminta pemerintah yang selajutnya untuk bertanggung jawab. Tapi langkah ini memang harus ditempuh dan menjadi ujian kredibilitas pemerintah baru untuk menjalankan komitmen memperbaiki kondisi ekonomi meskipun kebijakan yang diambil tidak populis," tandasnya.
Catatan detikFinance, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah menaikkan 4 kali harga BBM subsidi, dan menurunkan 3 kali harganya.
SBY pernah mengatakan sejak Indonesia merdeka, harga BBM subsidi telah naik 38 kali, termasuk tujuh kali pada masa reformasi setelah masa orde baru selesai.
"Dalam era saya, 3 kali kenaikan dan 3 kali penurunan," ungkapnya SBY usai sidang kabinet di Istana Negara, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta, Sabtu (31/3/2012).
Namun pada 22 Juni 2013, SBY kembali menaikkan harga BBM subsidi, atau hingga kini SBY sudah menaikkan harga BBM 4 kali dan menurunkannya 3 kali.
Penurunan harga BBM antaralain pada 1 Desember 2008, kemudian terjadi pada 15 Desember 2008, disusul pada 2009.
(hen/hen)