-
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera) akan mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya air seperti bendungan untuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Saat ini sudah ada studi terhadap 203 bendungan yang tersebar di seluruh Indonesia untuk dikembangkan menjadi PLTA.
Studi dilakukan untuk mengetahui kelayakan atas pembangunan PLTA di masing-masing bendungan. Pasalnya, kebanyakan bendungan yang telah dibangun desain awalnya hanya untuk mengairi jaringan irigasi, apakah cocok untuk PLTA.
Ada sejumlah syarat yang harus dipenuhi agar bendungan dapat dimanfaatkan untuk pembangunan PLTA.
"Syaratnya itu, airnya cukup kemudian ada beda tinggi, jadi dengan adanya beda tinggi, bisa untuk menggerakkan turbin buat listrik. Nantinya kualitas air ada tiga, ada kuantitas, kualitas, terus daya. Karena itu kita sebutnya sumber daya air. Air ini yang bisa menggerakkan turbin itu," kata Direktur Jenderal Sumberdaya Air Kementerian PU Pera Mudjiadi awal pekan ini.
Selain itu, perlu dipertimbangkan pula faktor ekonomis pembangunan PLTA di bendungan-bendungan tersebut.
"Kita studi, kita investigasi. Kita cari tahu, bendungan ini kira-kira punya potensi berapa buat PLTA-nya. Kalau di bawah 1 mega itu nyebutnya mikro hidro, antara 1-10 mega kita sebut mini, di atas 10 mega itu PLTA. Tarifnya juga lain-lain. Jadi itu kita hitung semua," tandasnya.
Indonesia menyimpan potensi sumber daya air yang sangat besar. Misalnya untuk penyediaan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA), ada potensi daya listrik sekitar 75 giga watt (GW).
Potensi ini setara dengan 75.000 MW atau setara dengan 15 kali proyek PLTU 'raksasa' 5.000 MW di Cilacap, Jawa Tengah, yang akan segera dibangun pemerintah.
Ia mengatakan, besarnya potensi sumberdaya air untuk pembangkit listrik sudah diketahui sejak lama. Sayangnya, saat itu PLTA lebih mahal bila dibandingkan dengan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) maupun diesel yang mengandalkan sumber energi fosil seperti batu bara atau solar.
"Selain itu kan kalau PLTA ini pembangunannya lama. Sedangkan kebutuhannya sangat tinggi. Membuat PLTA itu lama. Buat bendungannya saja lima tahun, masangnya juga lama, jadi jarang yang mau kembangkan," katanya.
Namun, seiring kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, maka sektor pembangkit listrik tenaga air ini mulai dilirik.
Ide ini, kata Menteri PU Pera, Basuki Hadimuljono, sudah disampaikan ke Jokowi. Dia mengungkapkan, Jokowi sudah memberikan persetujuan lisan.
"Saya punya ide disampaikan ke Bapak Presiden, daripada kita bangun bendungan tok (saja). Dan beliau setuju," ujar Basuki.
Apabila ini sudah dilakukan, tambah Basuki, diharapkan krisis listrik di sejumlah wilayah Indonesia bisa teratasi.
"Kita tidak ingin lagi ada daerah yang listrik saja nggak mengalir ke sana. Pasti ada cara, toh kita banyak sumber daya. Restu Presiden ini mendorong kita untuk lebih giat merealisasikannya," pungkas dia.
Para Badan Usaha Milik Negara (BUMN) konstruksi atau karya akan dikerahkan dengan skema penunjukan langsung.
"Kita akan tunjuk BUMN-BUMN Karya untuk kerjakan itu. Jadi nggak pakai tender biar nggak lama," ujar Menteri PU-PERA Basuki Hadimuljono di Kantornya, Jakarta, Rabu (26/11/2014).
Penunjukan langsung tersebut tidak akan menyalahi aturan lantaran tidak memakai anggaran negara. Seluruh pendanaan akan ditanggung oleh BUMN yang menjadi kontraktor proyek tersebut.
"Kan kalau yang harus ditender itu aturannya kalau pakai APBN Rp 1 miliar. Ini kan nggak pakai APBN, jadi nggak menabrak aturan," tuturnya.
Kementeriannya bersama sejumlah Kementerian terkait lainnya tengah mempersiapkan rancangan Peraturan Presiden yang akan disahkan nantinya oleh Presiden Jokowi sebagai payung hukum kebijakan ini.
"Saya bicarakan dengan Bappenas, Menko Perekonomian, kemarin Kita bicarakan lagi untuk siapkan Perpresnya. Harapan kami tahun depan sudah bisa diteken," sebutnya.
Dalam Perpres ini nantinya akan dibahas mulai dari penugasan pembangunan, penugasan pengoperasian hingga penugasan penetapan tarif listrik yang dihasilkan oleh PLTA yang dibangun.
"Nantinya setelah jadi kontraktor yang bersangkutan yang akan menjadi operatornya sendiri. Jadi dana investasi mereka akan kembali. Setelah itu, tarif akan kita atur sedemikian rupa agar menguntungkan buat operator, dan tidak memberatkan untuk masyarakat. Itu nanti menteri ESDM yang mengatur, saya tidak bicara detil ke sana," pungkasnya.