Sebagai gambaran, gaji yang diterima seorang sopir truk di Freeport Indonesia mencapai Rp 20 juta/bulan. Gaji ini belum termasuk tambahan lainnya.
Anton Priatna, Underground Engineer Freeport Indonesia, mengisahkan bahwa bekerja di perusahaan tambang yang berkantor pusat di Ameriika Serikat (AS) ini butuh dedikasi tinggi. Apalagi bagi Anton dan kolega, yang banyak menghabiska waktu di tambang bawah tanah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Artinya, seorang pekerja menghabiskan waktu 8 jam di bawah tanah. Sejauh mata memandang, yang terlihat hanya lorong-lorong terowongan tambang bawah tanah yang gelap.
“Kerja 8 jam. Gelap, rasanya terkungkung,” ujar Anton di tambang bawah tanah Freeport Indonesia, Tembagapura, Papua, akhir pekan lalu.
Di tempat ini, tambah Anton, praktis tidak ada hiburan. “TV saja tidak ada,” katanya.
Satu-satunya waktu santai, lanjut Anton, adalah saat istirahat. Para karyawan berkumpul di ruang makan (yang disebut lunch room) untuk mengisi perut dan bercengkrama lebih akrab.
“Makan, ngobrol, lalu kerja lagi,” tutur Anton, pria asal Lampung yang sudah 12 tahun bekerja di Freeport Indonesia.
Oleh karena itu, hal yang sangat menyenangkan bagi Anton dan kawan-kawannya adalah ketika jatah libur tiba dan bisa sekedar melepas penat ke kota. Tujuan terdekat adalah ke Timika.
“Ke Timika adalah kerinduan, harganya sangat mahal. Kalau lihat dunia luar rasanya enak,” tutur Anton.
(hds/ang)