"Di masa pemerintahan yang kemarin, sudah dibahas sering sekali pemangkasan perizinan, sudah dibahas di Kemenko Perekonomian, sudah sampai ke BPKP, tapi ketika berganti pemerintahan, sudah hilang begitu saja," ungkap Sekretaris Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), Gde Pradyana, di acara Focus Group Discussion IPA Convex 2015, Hotel Dharmawangsa, Jakarta, Kamis (23/4/2015).
Gde mengakui, banyaknya perizinan di sektor migas menjadi penghambat terbesar peningkatan eksplorasi atau pencarian migas di Indonesia.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selaku kepanjangan tangan pemerintah di sektor hulu migas, SKK Migas tidak bisa berbuat banyak untuk menyederhanakan perizinan. Karena, 341 perizinan tidak hanya di Kementerian ESDM dan SKK Migas saja, ada juga di kementerian lain. Bahkan hingga pemerintah daerah.
"Keluarnya izin itu ada dasar hukumnya, ada undang-undang yang mengatur, tidak bisa dihilangkan begitu saja, kita atau kontraktor migas bisa dianggap melanggar undang-undang bila sengaja tidak memenuhi perizinan," katanya.
Banyaknya perizinan di sektor migas ini, membuat pencarian dan peningkatan produksi migas makin sulit. Padahal Indonesia membutuhkan produksi migas yang tinggi, pasalnya setengah dari kebutuhan BBM nasional dipasok dari impor, karena produksi minyak dalam negeri tidak cukup.
Berdasarkan data Kementerian ESDM kebutuhan BBM dalam negeri mencapai 1,5 juta barel per hari, sementara produksi minyak dalam negeri masih di bawah 825 ribu barel per hari.
(rrd/dnl)