Keputusan ini membuat kontraktor Blok Masela, Inpex dan Shell, harus merevisi Plan of Development (PoD) Blok Masela. Produksi gas di Blok Masela yang dijadwalkan mulai 2024 pun kemungkinan besar molor.
Sementara, kontrak Inpex dan Shell di Blok Masela akan berakhir pada 2028. Bila produksi gas mulai mengalir pada 2024 pun, kedua investor hanya bisa menikmatinya selama 4 tahun. Bila produksi molor, Inpex dan Shell nyaris tak menikmati bagi hasil dari Blok Masela.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Bila kontrak habis pada 2028 dan tak diperpanjang, tentu Blok Masela menjadi tidak ekonomis bagi Inpex dan Shell. Menteri ESDM, Sudirman Said berpendapat, secara logika kontrak Inpex dan Shell harus diperpanjang agar proyek ini menjadi ekonomis bagi kedua investor.
"Kalau pun jadwal sudah dijalankan, 2024 mulai produksi, masak 2028 (kontrak) selesai? Jadi logikanya akan diperpanjang. Logikanya dengan metode apapun, lapangan ini harus lebih panjang dari 2028," kata Sudirman, dalam jumpa pers di Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (24/3/2016).
Jika kontrak Inpex dan Shell tak diperpanjang, bisa saja keduanya tak mau mengerjakan proyek kilang LNG onshore maupun pembangunan lainnya untuk Blok Masela, sebab proyek tidak ekonomis. "Kalau nggak diperpanjang, ya tidak akan feasible," Sudirman menambahkan.
Tetapi, sambungnya, pihaknya belum dapat memberikan jaminan perpanjangan kontrak kepada Inpex dan Shell. Berdasarkan peraturan yang berlaku, permintaan perpanjangan kontrak baru dapat diajukan oleh Inpex dan Shell 10 tahun sebelum kontrak berakhir atau pada 2018.
Pemerintah baru bisa memutuskan perpanjangan kontrak 2 tahun sebelum kontrak selesai atau pada 2026. "Sayangnya kita belum bisa memberikan jaminan perpanjangan," tutup Sudirman. (wdl/wdl)