Kementerian ESDM menargetkan, penggunaan energi baru terbarukan (EBT) yang saat ini masih baru di bawah 5% bisa meningkat hingga 23% di 2025 atau 9 tahun lagi. supaya porsi energi fosil bisa dikurangi.
Target tersebut akan lebih mudah dicapai bila Indonesia mengembangkan energi nuklir, terutama uranium yang banyak terdapat di Indonesia. Pengembangan nuklir butuh waktu kurang lebih 10 tahun, bisa langsung menghasilkan energi dalam jumlah besar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Waktu pengembangan selama 10 tahun, menurut Rida relatif singkat, karena energi yang dihasilkan bisa langsung ribuan Mega Watt (MW). Dibanding panas bumi misalnya, eksplorasi untuk menemukannya saja butuh 6 tahun dan energi yang dihasilkan tak sampai ribuan MW. "Bandingkan dengan panas bumi, 6 tahun saja masih nyari-nyari, belum tentu ketemu juga," ucapnya.
Harga listrik dari nuklir bisa murah, asalkan skala pembangkit listrik tenaga nuklir (PLTN) yang dibangun cukup besar. "Bisa murah kalau kita bangunnya skala besar. Jadi tergantung skalanya. Kita bangun PLTN 1 saja bisa 1.000 MW. Harga jualnya itu murah karena skalanya besar," papar Rida.
Soal dampak lingkungan dari nuklir, Rida berpendapat bahwa limbah radioaktif dari PLTN bisa dikendalikan dengan teknologi. Di banyak negara, limbah nuklir bisa dikendalikan sehingga tak menyebarkan radiasi pada manusia. "Teknologi yang memitigasi. Nyatanya orang lain juga pakai," tukasnya.
Tetapi, pengembangan uranium di Indonesia masih terkendala oleh political will, banyak pihak-pihak di pemerintah yang masih tak setuju. Perlu kesepakatan bersama terlebih dahulu agar pengembangan nuklir bisa berjalan.
"Ini kan masih jadi perdebatan, untuk membantu pimpinan tertinggi negeri ini bagusnya para pembantunya kompak dulu. Kita harus duduk dulu bicara dengan landasan ilmiah, harus dibuat konsensus bersama dulu. Pada saat semua bersepakat, Presiden lebih mudah mengambil keputusan apakah ini akan go atau tidak," tutupnya. (wdl/wdl)