Salah satu penyebabnya adalah polemik pembangunan High Voltage Direct Current (HVDC), alias kabel bawah laut tegangan tinggi arus searah untuk jaringan listrik Jawa-Sumatera.
Menteri ESDM, Sudirman Said, mengungkapkan HVDC sempat dihilangkan dalam dokumen revisi RUPTL yang diajukan oleh PLN. Pihaknya kemudian meminta HVDC dimasukan kembali dalam RUPTL.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sudirman mengaku, tidak mengetahui alasan PLN menghapus HVDC dari RUPTL. Padahal, HVDC sudah lama direncanakan untuk menghubungkan sistem kelistrikan Pulau Sumatera dan Pulau Jawa. "Nggak tahu, saya nggak ikut membahas," dia menuturkan.
Dia menjelaskan, beban jaringan di Jawa sudah sangat maksimal, tetapi kebutuhan listrik tentu terus bertambah. Agar tidak overload, maka pembangkit mulut tambang dibangun di Sumatera Selatan, lalu listriknya dialirkan ke Jawa melalui HVDC.
Selain itu, pembatalan HVDC akan berdampak pada pembangunan PLTU Sumsel 8, PLTU Sumsel 9, dan PLTU Sumsel 10 yang sudah ditandatangani kontraknya. Kalau ketiga pembangkit yang sudah diteken kontraknya ini batal dibangun juga, realisasi proyek 35.000 MW bisa molor.
"Kalau kita kan ingin meyakinkan bahwa terjadi kesinambungan, kestabilan sistem, di mana listrik di 2 pulau paling padat penduduk (Jawa dan Sumatera) ini bisa terjaga. Karena itu HVDC menjadi krusial," tutupnya. (wdl/wdl)