Sudah 5 Kali Menteri ESDM Tegur Keras PLN

Sudah 5 Kali Menteri ESDM Tegur Keras PLN

Michael Agustinus - detikFinance
Jumat, 22 Jul 2016 16:35 WIB
Foto: Grandyos Zafna
Jakarta - Dalam acara coffee morning di Kantor Ditjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM pagi ini, Menteri ESDM, Sudirman Said, memberi teguran keras kepada manajemen PT PLN (Persero).

"Saya minta direksi PLN untuk hentikan kebiasaan menantang, memprotes regulasi karena itu akan membingungkan pasar. Regulasi itu perlu dilaksanakan supaya pasar juga tenang dan pasar ada sisi positif," kata Sudirman, dalam tersebut, Jumat (22/7/2016).

Ini bukan pertama kalinya Sudirman berseberangan dengan direksi PLN. Berdasarkan penelusuran detikFinance, Sudirman sudah 5 kali menegur keras direksi PLN dalam 3 bulan terakhir, hari ini adalah yang kelima kalinya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berikut rangkuman berita-berita detikFinance terkait perdebatan antara Sudirman dengan direksi PLN:

1. Harga listrik mikro hidro

Pada 29 April 2016, Sudirman Said menegur manajemen PLN karena membuat aturan sendiri soal tarif listrik dari pembangkit listrik mikro hidro (PLTMH).

Padahal, Sudirman sudah mengatur tarif listrik mikro hidro lewat Peraturan Menteri (Permen) ESDM Nomor 19 Tahun 2015. Permen ini dibuat supaya investor tertarik membangun PLTMH.

Tarif yang dibuat PLN lebih rendah dibanding tarif yang ditetapkan pemerintah. Akibatnya, pengembangan energi baru terbarukan bisa terhambat, karena pengembang listrik swasta (Independent Power Producer/IPP) menjadi kurang tertarik untuk membangunnya.

"Silakan tulis, bahwa PLN tidak boleh membuat aturan yang arahnya bertengangan dengan pemerintah. Permen 19/2015 itu sudah berlaku," tegas Sudirman, 29 April 2016 lalu.

Terkait hal ini, Direktur Perencanaan PLN, Nicke Widyawati, menjelaskan pihaknya membuat aturan tarif yang berbeda karena belum ada kejelasan subsidi dari pemerintah.

Bila tak ada subsidi untuk listrik mikro hidro, tentu PLN akan mengalami kerugian karena harus membeli listrik dari IPP dengan harga Rp 1.560-2.080/kWh, lalu menjualnya kepada pelanggan PLN dengan tarif sebesar Rp 450-1.350/kWh.

Tapi akhirnya masalah ini selesai, karena Kementerian ESDM berjanji akan menganggarkan tambahan subsidi listrik untuk PLN dalam APBN-P 2016. "Sebetulnya masalahnya kemarin itu anggaran subsidinya, itu saja. Sudah ada jalan keluarnya," kata Nicke.

Nicke membantah anggapan, PLN tidak mendukung pengembangan energi baru terbarukan (EBT), khususnya mikro hidro. Toh surat edaran soal patokan harga listrik mikro hidro yang dibuat PLN hanya bersifat sementara. Aturan tersebut tak berlaku bila sudah ada subsidi dari pemerintah.

2. Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2016-2019 dan Pembatalan Lelang PLTU Jawa 5

Pada 18 Mei 2016 lalu, Sudirman Said menegur keras PLN untuk kedua kalinya. Karena menurutnya PLN belum menyerahkan revisi Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) kepada Kementerian ESDM.

Padahal, revisi RUPTL ditargetkan selesai sejak Januari 2016. Akibat masalah RUPTL ini, lelang tahap kedua proyek 35.000 MW, yang harusnya sudah mulai sejak Maret 2016, belum juga dilaksanakan sampai Juni lalu. Ada sejumlah pembangkit dengan total 16.000 MW yang harusnya dilelang mulai Maret.

Lelang tak bisa segera dilakukan, karena revisi RUPTL belum jelas. RUPTL merupakan acuan untuk pelelangan pembangkit, lelang tak bisa dilakukan bila RUPTL belum pasti.

Selain itu, PLN juga tanpa alasan jelas membatalkan lelang PLTU Jawa 5 yang berkapasitas 2 x 1.000 MW. PLTU Jawa 5 adalah pembangkit terbesar dalam proyek 35.000 MW, setara dengan PLTU Batang. Pembatalan lelang tentu berdampak pada jadwal operasi PLTU Jawa 5, hampir dipastikan molor dari 2019.

Tekait sejumlah hambatan dari PLN ini, Sudirman Said akhirnya memberikan teguran keras. Sudirman menilai PLN terlalu lamban, membuat proyek 35.000 MW terancam.

"Saya nggak bisa jelasin, wong yang nggak ngasih-ngasih RUPTL kan PLN. Kami regulator, kami beri tahu konsekuensinya, terus terang ini sudah kelamaan. Konsekuensi dari kelambanan ini panjang. Ini bukan sekedar comply dari menyerahkan dokumen, tapi ikutan dari kelambanan ini jadi ke mana-mana," kata Sudirman.

Terkait pembatalan lelang PLTU Jawa 5, Sudirman waktu itu mengaku belum mendapat penjelasan dari PLN. Dirinya pun bertanya-tanya, mengapa PLN membatalkan lelang tanpa alasan jelas. "Saya belum mendapat penjelasan, jadi nanti saya tanya. Tapi setiap pembatalan yang berlangsung tiba-tiba tanpa penjelasan memadai selalu memancing pertanyaan," tukas dia.

Menanggapi hal tersebut, Direktur Utama PLN, Sofyan Basir, menyatakan sebenarnya PLN sudah menyerahkan dokumen revisi RUPTL ke pemerintah sejak awal November 2015. Lambannya revisi RUPTL bukan karena PLN tak kunjung menyerahkan hasil revisi.

"Sudah kita sampaikan di rapat RUPTL (di Ditjen Ketenagalistrikan Kementerian ESDM), sudah jelas kita masukan tanggal berapa dari mulai awal November 2015. Bukti ada, tertulis surat kami, kan ada," kata Sofyan.

Dia menambahkan, memang ada beberapa hal yang membuat pembahasan revisi RUPTL tak bisa rampung di Januari 2016. Tapi hal itu bukan karena kelambanan PLN. Contohnya adalah pengurangan porsi PLN di proyek 35.000 MW, dari 10.000 MW menjadi 5.000 MW.

Lalu soal pembatalan lelang PLTU Jawa 5, Sofyan menilai kontraktor-kontraktor calon pemenang lelang kurang meyakinkan, kurang pas. Keraguan inilah yang membuat pihaknya memilih untuk membatalkan lelang.

"Dibatalkan kalau lelang PLTU Jawa 5. Kalau anda bosnya, kontraktornya anda tahu nggak pas, menurut anda baiknya dijalankan atau dibatalkan?" ucapnya.


3. Proyek High Voltage Direct Current (HVDC)

Pada 26 Mei 2016, Sudirman Said mengungkapkan, HVDC alias kabel listrik bawah laut Sumatera-Jawa sempat dihilangkan dalam dokumen revisi RUPTL yang diajukan oleh PLN. Pihaknya kemudian meminta HVDC dimasukan kembali dalam RUPTL.

"Waktu PLN mengajukan revisi, itu tiba-tiba tidak ada, karena itu kita minta supaya dikembalikan," ungkap Sudirman.

Sudirman mengaku, tidak mengetahui alasan PLN menghapus HVDC dari RUPTL. Padahal, HVDC sudah lama direncanakan untuk menghubungkan sistem kelistrikan Pulau Sumatera dan Pulau Jawa. "Nggak tahu, saya nggak ikut membahas," dia menuturkan.

Dia menjelaskan, beban jaringan di Jawa sudah sangat maksimal, tetapi kebutuhan listrik tentu terus bertambah. Agar tidak overload, maka pembangkit mulut tambang dibangun di Sumatera Selatan, lalu listriknya dialirkan ke Jawa melalui HVDC.

Selain itu, pembatalan HVDC akan berdampak pada pembangunan PLTU Sumsel 8, PLTU Sumsel 9, dan PLTU Sumsel 10 yang sudah ditandatangani kontraknya. Kalau ketiga pembangkit yang sudah diteken kontraknya ini batal dibangun juga, realisasi proyek 35.000 MW bisa molor.

Direktur Bisnis Regional Sumatera PLN, Amir Rosidin, menyatakan pihaknya tak sependapat dengan ESDM soal HVDC karena pertimbangan situasi di lapangan sekarang.

Kebutuhan listrik di Sumatera saat ini tumbuh pesat sekali, pertumbuhannya lebih tinggi dari Pulau Jawa. Saat pembangunan HVDC direncanakan dulu, tidak diperkirakan bahwa Sumatera akan berkembang secepat ini.

Sekarang daerah-daerah di Sumatera masih kekurangan listrik, banyak yang cadangannya kurang dari 10%, bahkan ada yang defisit. Tak logis kalau Sumatera saja masih kekurangan lalu listriknya dikirim ke Jawa melalui HVDC. Bisa-bisa industri di Sumatera mati akibat kekurangan listrik.

"Kalau dulu direncanakan Sumatera ngirim ke Jawa, sekarang Sumatera juga membutuhkan. Sumatera juga banyak industri yang membutuhkan kayak di Sei Mangkei, Kuala Tanjung butuh sekitar 400 MW, kemudian di Tanjung Siapi-api 1.000 MW, terus industri semen di Aceh butuh 30 MW, besar sekali," papar Amir.

Menurut Amir, pembangunan HVDC harus ditinjau ulang demi kelangsungan industri di Sumatera. "Sumatera membutuhkan energi besar, pertumbuhannya per tahun sekitar 7%. Pemerintah juga membentuk sentra-sentra industri, makanya kita coba review ulang," tukas dia.

Dia menambahkan, pembangunan PLTU Sumsel 8, 9, dan 10 tak akan batal hanya karena HVDC tak jadi dibangun. PLN ingin ketiga pembangkit itu tetap dibangun, tapi listriknya untuk Sumatera saja seluruhnya, tidak ada yang dikirim ke Jawa.

Pihaknya mengusulkan, kalau HVDC tetap dibangun sebaiknya tidak untuk mengalirkan listrik dari Sumatera ke Jawa, tapi sebaliknya listrik dari Jawa saja yang dikirim ke Sumatera. Listriknya bisa dari pembangkit-pembangkit di Jawa yang kapasitasnya sampai ribuan Mega Watt, misalnya PLTU Jawa 5.

4. Teguran terbuka di rapat dengan Komisi VII DPR

Di hadapan para anggota Komisi VII DPR saat rapat kerja tanggal 21 Juni 2016 lalu, Sudirman Said 'curhat' kebijakannya sering tidak ditaati oleh PT PLN (Persero).

Akibat tidak patuhnya jajaran PLN ini, terbentuk persepsi pasar bahwa tata kelola proyek 35.000 MW tidak bagus. Masyarakat juga menjadi bingung, ragu proyek 35.000 MW bisa terselesaikan sesuai target.

"Seolah-olah kalau Permen ESDM 19/2015 dijalankan, PLN akan rugi besar. Padahal porsi PLTMH (Pembangkit Listrik Mikro Hidro) kecil saja, baru 88 MW. Kemudian kasus HVDC, sudah disetujui dan disahkan tapi sampai hari ini masih ada wacana untuk dikaji ulang. Market tidak melihat kesatuan gerak antara regulator dan pelaksana," kata Sudirman di depan para anggota Komisi VII DPR.

Sudirman merasa heran dengan sikap PLN ini. Menurutnya, semua aturan sudah dibuat dengan melibatkan PLN, tidak ada protes dari PLN saat pembahasan. Tapi begitu aturan keluar, PLN protes.

Ditemui usai rapat, Sofyan Basir menyatakan, aturan yang dibuat oleh Kementerian ESDM kadang kurang mempertimbangkan kepentingan korporasi.

PLN sebagai BUMN tidak hanya bertanggung jawab kepada Kementerian ESDM saja, tapi juga pada Kementerian BUMN. Dari sisi korporasi, PLN harus efisien, tak boleh rugi, keuangannya harus sehat. Ini harus dipertimbangkan juga.

"Kita kan ada pertanggungjawaban secara korporasi ke Kementerian BUMN. Kita harus efisien. Ini kan ada 2 kebijakan, kebijakan korporasi dan sektoral, ini harus nyambung," kata Sofyan.

Soal Permen ESDM 19/2015, Sofyan meminta penjelasan bagaimana agar PLN dapat menjalankan aturan itu tanpa merugi. "Misalnya kebijakan ini akan menimbulkan kerugian, dibayarnya pakai apa? Dijelaskan. Mau ditutup pakai apa? Pakai subsidi. Ada nggak subsidinya? Begitu," paparnya.

Keberatan terhadap kebijakan-kebijakan yang disebut Sudirman, dia menambahkan, sudah disampaikan PLN saat rapat pembahasan. "Misalnya ada kebijakan, kebijakan itu kita tambahkan, kita sudah sampaikan. Sudah kita sampaikan di rapat," tutur Sofyan.

Diakuinya, komunikasi antara PLN dan Kementerian ESDM kurang bagus. Perlu koordinasi dan komunikasi yang lebih intens agar tak terjadi kesalahpahaman, dan tidak menimbulkan perdebatan yang membingungkan masyarakat.

"Harus bertemu, harus. Kuncinya bertemu di level deputi, direktur, dirjen. Memang belum komplit, kita memang harus duduk bersama, dibicarakan," pungkasnya. (wdl/wdl)

Hide Ads