Gunung Pongkor secara administrasi masuk wilayah Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor. Saat tahun 2000-an, hampir semua nadi ekonomi Nanggung digerakkan dari manisnya penambangan emas, yang konon yang terbesar di Pulau Jawa, sekaligus tambang emas yang paling dekat dengan ibu kota.
Selain dikelola oleh BUMN tambang, PT Aneka Tambang (Antam) Tbk, marak pula aktivitas Penambang Tanpa Izin (PETI) yang kebanyakan dilakukan oleh pendatang luar Nanggung, para penambang liar ini lebih dikenal dengan gurandil.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Gunung Pongkor terletak di berada di Barat Daya Kota Bogor, jalan menuju lokasi bisa dibilang cukup mulus. Namun jalannya yang hanya selebar 6 meter membuatnya kerap macet parah, terutama begitu memasuki Dramaga hingga Leuwiliang.
Selain itu, deretan angkot diparkir di badan jalan membuat kemacetan rutin seharian, meski daerah itu beberapa jengkal jauhnya dari pinggiran Jakarta.
Memasuki Nanggung, beberapa plang penanda UBPE Antam terlihat di sejumlah titik di kiri kanan jalan. Sementara jalan dari kota kecamatan menuju Gunung Pongkor mulai menyempit menjadi hanya 4 meter. Jalan aspal tersebut merupakan akses yang dibangun Antam sekitar 20 tahun silam sepanjang 12 kilometer untuk keperluan pengangkutan batuan emas.
Sementara jalan menuju Pongkor sendiri memanjang mengikuti aliran deras dari Kali Cisadane yang berbatu, jalanan mulai berkelok dan naik turun, menciptakan pemandangan yang sedap di mata.
Beberapa kali bahkan bus harus menanjak di tanjakan yang cukup curam. Selepas melewati pusat kecamatan, pemandangan mulai berganti dari pertokoan menjadi sawah terasering yang diselingi rumah penduduk yang masih jarang.
Sebelum dibuka menjadi konsesi tambang, Pongkor merupakan hutan belantara di kaki Gunung Salak. Letaknya pun berada di ujung Kabupaten Bogor yang berbatasan Kabupaten Sukabumi, yang di lidah orang Betawi kerap disebut tempatnya jin buang anak.
Sejumlah pemukiman pun mulai terbentuk dari aktivitas tambang emas, termasuk dari pergerakan ekonomi dari tambang liar. Sebelum ditertibkan tahun lalu, tambang-tambang emas para gurandil ini tersebar di luar lahan konsesi milik Antam. Meski banyak pula lubang galian tambang ilegal yang ditemukan di dalam area UBPE.
UBPE Pongkor mencakup 3 desa yang masuk dalam konsesi untuk melakukan pertambangan, yaitu di Desa Bantarkaret, Cisarua, dan Malasari. Saat ditemukan pada tahun 1988, Pongkor diperkirakan mengandung 3,3 juta ton bijih atau setara 12 juta ton emas, sehingga bila tidak ada penambahan, pada tahun 2019 mendatang cadangan emas diperkirakan habis.
Sementara secara keseluruhan, pada tahun 2016 target produksi emas Antam berasal dari Pongkor l mencapai 1,431 kilogram, lebih sedikit ketimbang tahun 2015 yang produksi emasnya 1.498 kilogram.
Dalam IUP, sebagian area tambang milik Antam juga masuk ke hutan lindung. Namun, penambangan emas tetap diizinkan pemerintah dengan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPHK), dengan syarat metode penambangan yang menggunakan underground atau tambang bawah tanah. (drk/drk)