Dengan adanya aturan baru itu, PLN tak lagi memonopoli, swasta juga bisa menjadi 'PLN mini' di daerah-daerah terpencil yang tak terjangkau PLN.
Direktur Aneka Energi Baru Terbarukan Kementerian ESDM, Maritje Hutapea, meminta nantinya swasta melistriki daerah-daerah terpencil ini dengan potensi-potensi energi terbarukan yang terdapat di daerah tersebut.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebab, EBT sangat cocok untuk daerah terpencil. Kalau daerah terpencil memakai pembangkit listrik tenaga diesel (PLTD), pengiriman solar untuk bahan bakar PLTD akan sangat sulit dan membutuhkan biaya sangat mahal. Kalau menggunakan EBT, sumber energi sudah tersedia di tempat, biaya produksi listrik jadi lebih murah.
"Kita punya program Indonesia Terang, swasta diarahkan masuk ke daerah-daerah terpencil. Regulasinya sudah keluar. Mudah-mudahan investor masuk ke sana dengan memprioritaskan EBT," kata Maritje dalam diskusi Towads Energy Transformation di Gedung Patra Jasa, Jakarta, Rabu (30/11/2016).
Ia menambahkan, swasta dilibatkan untuk melistriki daerah-daerah terpencil karena tak semua tempat bisa dijangkau oleh PLN. Anggaran negara juga terbatas, tak bisa melistriki seluruh Indonesia. Maka diperlukan peran swasta.
Kalau hanya mengandalkan PLN, mungkin baru 70 tahun lagi seluruh desa di Indonesia bisa terlistriki. "Kita memiliki banyak desa yang sangat sulit dijangkau oleh jaringan PLN. Kemampuan keuangan negara juga sangat terbatas. Sementara ada 12.000 desa yang belum terlistriki dengan baik, di antaranya ada 2.500 yang betul-betul gelap. Kalau hanya mengandalkan anggaran pemerintah, barangkali kita harus menunggu 70 tahun lagi," tutupnya. (dna/dna)