Kesepakatan penurunan produksi itu membuat harga minyak jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Januari 2017 naik US$ 2,28/barel menjadi US$ 53,78/barel. Sementara harga minyak jenis Brent naik US$ 2,29/barel menjadi US$ 56,62/barel.
Harga bahan bakar minyak (BBM) per Januari 2017 dipastikan ikut naik. Maka PT Pertamina (Persero) mengusulkan kenaikan harga solar bersubsidi sebesar Rp 500/liter untuk periode 1 Januari 2017-31 Maret 2017.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ada banyak hal yang harus dipertimbangkan sebelum menaikkan harga solar, mulai dari harga minyak dunia hingga pertimbangan politis. Apakah harga akan naik atau tidak, keputusannya ada di tangan Menteri ESDM. Sebelum menetapkan, Menteri ESDM harus melapor dulu ke Presiden.
"Kita pertimbangkan dari semua aspek tentang, dari formula, harga minyak dunia, usulan Pertamina, dan dari sisi ekonomis politis kita laporkan ke Pak Menteri. Pak Menteri nanti lapor ke Presiden," kata Dirjen Migas Kementerian ESDM, IGN Wiratmaja Puja, saat ditemui di Hotel JS Luwansa, Jakarta, Senin (19/12/2016).
Kenaikan harga minyak dunia dan usulan Pertamina baru sebagian dari faktor-faktor untuk perhitungan harga solar. Kementerian ESDM perlu mempertimbangkan secara matang. "Kalau harga rata-rata kan naik, tapi harga retail-nya nanti," ucapnya.
Sebagai informasi, Pertamina mengklaim sudah jual rugi alias 'nombok' untuk solar subsidi sejak Oktober 2016 lalu. Tapi harga masih bisa ditahan di Rp 5.150/liter karena kerugian dapat ditutup dengan keuntungan dari penjualan solar di bulan-bulan sebelumnya.
Tapi keuntungan Pertamina dari penjualan solar subsidi pada 2016 ini tak bisa dipakai untuk 2017. Pembukuannya berbeda, penggunaannya tidak boleh dicampur aduk. Pertamina tak bisa menutup defisit harga solar di 2017 dengan surplus dari tahun 2016. Inilah sebabnya Pertamina ingin harga solar naik per Januari 2017. (hns/hns)