Jonan Revisi Aturan Minerba, Bagaimana Nasib Kontrak Freeport?

Jonan Revisi Aturan Minerba, Bagaimana Nasib Kontrak Freeport?

Michael Agustinus - detikFinance
Kamis, 05 Jan 2017 21:00 WIB
Foto: Agung Pambudhy
Jakarta - Menteri ESDM Ignasius Jonan dan Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar telah menyusun Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Perubahan Keempat atas Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.

RPP tersebut dijabarkan dalam sebuah surat yang ditujukan kepada Menko Perekonomian Darmin Nasution. Surat dikirimkan tanggal 28 Desember 2016, ditandatangani oleh Arcandra atas nama Jonan selaku Menteri ESDM.

Dalam RPP tersebut, para pemegang Kontrak Karya seperti PT Freeport Indonesia, PT Amman Mineral Nusa Tenggara, dan sebagainya didorong untuk mengubah status kontraknya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) Operasi Produksi.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dengan mengubah KK menjadi IUPK, perusahaan-perusahaan tambang bisa meminta perpanjangan kontrak dalam jangka waktu 5 tahun sebelum kontrak berakhir. Maka Freeport yang kontraknya di Tambang Grasberg berakhir pada 2021 bisa meminta perpanjangan sejak 2016.

Berbeda dengan KK yang menurut Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2014 baru bisa mendapatkan kepastian perpanjangan dalam waktu 2 tahun sebelum kontrak habis. Kalau tetap memegang KK, Freeport baru bisa memperoleh perpanjangan kontrak pada 2019.

Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar menjelaskan bahwa durasi kontrak IUPK adalah 15 tahun. Maka waktu 5 tahun sebelum kontrak berakhir dinilai pantas untuk pengajuan perpanjangan kontrak. Seperti halnya kontrak-kontrak migas yang berdurasi 30 tahun dan dapat diperpanjang dalam waktu 10 tahun sebelum kontrak selesai.

"Kita pikir 5 tahun itu lebih masuk akal. Waktu kontraknya kan 15 tahun, kita kan lihat yang pas seperti apa," kata Arcandra saat dikonfirmasi di Ditjen Minerba Kementerian ESDM, Jakarta, Kamis (5/1/2017).

Tidak hanya kepastian perpanjangan kontrak saja, para pemegang KK juga bisa tetap mengekspor konsentrat (mineral olahan yang belum sampai tahap pemurnian) dengan mengubah statusnya menjadi IUPK.

Sebab, dalam surat Jonan kepada Darmin juga disebutkan, "Pemegang Kontrak Karya diberikan kesempatan untuk melakukan penjualan ke luar negeri hasil pengolahan dalam jumlah dan waktu tertentu dengan ketentuan mengubah statusnya menjadi IUPK Operasi Produksi."

Syaratnya, perusahaan tambang yang telah menjadi pemegang IUPK harus mulai membangun fasilitas pemurnian mineral (smelter) di dalam negeri dan membayar bea keluar (BK) untuk ekspor konsentrat.

Pemerintah pun menjanjikan adanya insentif-insentif untuk mempercepat pembangunan smelter. "Pemberian fasilitas insentif fiskal dan non fiskal dalam rangka mendukung percepatan pembangunan fasilitas pemurnian," demikian bunyi surat tersebut. (dna/dna)

Hide Ads