Konversi ke LPG itu membuat konsumsi gas tabung itu makin membengkak. Saat ini saja, 65% dari total kebutuhan LPG sebanyak 7 juta ton berasal dari impor. Pada 2017, diperkirakan ketergantungan pada LPG impor meningkat hingga 70% dari kebutuhan.
Program konversi ke LPG juga tak mampu menjawab cita-cita kemandirian energi nasional. Sebab, mengganti BBM atau minyak tanah dengan LPG sama saja dengan mengurangi impor minyak tapi menambah impor LPG. Subsidi BBM berkurang, tapi di sisi lain subsidi LPG melonjak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Direktur Pembinaan Hilir Migas Kementerian ESDM, Setyorini Tri Hutami, menjelaskan bahwa LPG tetap didorong untuk menggantikan minyak karena harganya lebih murah dan efisien. LPG juga lebih bersih, polusinya rendah.
"Prinsipnya pemerintah kalau bisa memberikan lebih baik, kita memberi lebih baik. LPG bersih, meningkatkan efisiensi, liter setara premium lebih murah. Konversi tentu jadi hak semua orang memilih bahan bakar terbaik," ujarnya.
Lewat program konversi minyak tanah ke LPG, kata Rini, negara berhasil menghemat subsidi minyak tanah hingga Rp 197 triliun sejak 2007. Konversi BBM ke LPG membuat pengeluaran nelayan untuk bahan bakar berkurang Rp 700 ribu per bulan. Untuk kendaraan bermotor, LPG juga lebih murah dibanding BBM.
"Penghematan subsidi dari minyak tanah sebesar Rp 197 triliun. Pengeluaran nelayan hemat 700 ribu per bulan berkat konversi BBM ke LPG. Untuk kendaraan, Pertamina sudah memulai dengan Vi-Gas," paparnya.
Diakuinya, sumber pasokan LPG adalah masalah yang harus dipecahkan. Produksi LPG, tak hanya di Indonesia, di luar negeri pun semakin merosot.
"Ini yang harus kita selesaikan bersama, dari mana barangnya, impornya dari mana," ucapnya.
Tapi pemerintah tak tinggal diam, sumber-sumber energi alternatif untuk menggantikan LPG terus dikembangkan. Misalnya dimetil eter dari batu bara kalori rendah.
"Kita sedang melakukan kajian, kita punya tambang batu bara rendah kalori, bisa jadi dimetil eter, perlu modifikasi tertentu agar bisa dipakai di rumah tangga. Kita mencari energi-energi lain untuk mengkonversi LPG," kata Rini.
Wakil Direktur Utama PT Pertamina (Persero), Ahmad Bambang, menambahkan bahwa konversi ke LPG sangat bermanfaat untuk nelayan. LPG dipilih karena lebih praktis dibandingkan Liquified Natural Gas (LNG) dan Compressed Natural Gas (CNG).
"Kenapa BBM ke LPG? Pertanyaannya mana yang lebih murah. Nelayan butuh yang gampang diperoleh. Kalau BBG atau LNG, nelayan ngisinya di mana? Impor gas LPG lebih murah," kata Bambang.
Bambang juga menolak anggapan bahwa LNG lebih tepat sebagai energi alternatif untuk menggantikan BBM. Meski saat ini Indonesia masih eksportir LNG, sebentar lagi Indonesia juga menjadi importir LNG. Dibanding LNG, LPG lebih praktis.
"LNG jiga impor, sama-sama impor kok dengan LPG. Taruhan, 2022 nanti kita sudah jadi importir LNG. Kalau kita konversi ke BBG (Bahan Bakar Gas) susah juga ngisinya," pungkasnya. (mca/ang)