Bahlil Menghadap Prabowo, Lapor RI Impor LPG-Minyak AS Rp 168 T

Bahlil Menghadap Prabowo, Lapor RI Impor LPG-Minyak AS Rp 168 T

Herdi Alif Al Hikam - detikFinance
Kamis, 17 Apr 2025 20:06 WIB
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia
Menteri ESDM Bahlil Lahadalia.Foto: Heri Purnomo
Jakarta -

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menghadap Presiden Prabowo Subianto, Kamis (17/4/2025). Bahlil melaporkan soal rencana tambahan impor minyak dan LPG dan Amerika Serikat (AS).

Bahlil mengatakan Indonesia akan menambah impor hingga US$ 10 miliar atau sekitar Rp 168,2 triliun untuk produk LPG, minyak mentah atau crude oil, hingga olahan bahan bakar mentah (BBM).

"Salah satu strategi untuk kita membuat keseimbangan adalah kita membeli LPG, crude oil, dan BBM dari Amerika nilainya untuk bisa memberikan keseimbangan terhadap neraca perdagangan kita. Di atas US$ 10 miliar," beber Bahlil usai rapat di Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (17/4/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Indonesia akan menambah volume ekspor dari Amerika Serikat (AS) untuk menyeimbangkan neraca dagang kedua negara. Hal ini dilakukan dalam rangka negosiasi ke Amerika agar produk Indonesia tidak diberikan tarif impor selangit, saat ini Presiden Donald Trump menetapkan tarif hingga 32% untuk produk impor dari Indonesia.

Menurutnya, Indonesia tidak menambah volume impor secara keseluruhan, sehingga tidak akan membebani APBN. Yang saat ini dilakukan adalah hanya mengubah asal impor minyak dan gas.

ADVERTISEMENT

Minyak dan gas yang awalnya didapatkan dari negara-negara Timur Tengah, Afrika, hingga Asia Tenggara kini dikurangi. Gantinya impor akan dilakukan langsung dari Amerika Serikat.

"Ini kita switch aja, kita pindah aja ke Amerika dan itu tidak membebani APBN dan juga tidak menambah kota impor kita. Gak ada sebenarnya. Switch aja, cuma dipindahin," beber Bahlil.

Menurutnya, hal ini tidak akan menimbulkan masalah juga antara Indonesia dengan negara-negara awal pengekspor minyak dan gas. Sebab selama ini perdagangan yang dilakukan di Indonesia tidak mengikat satu sama lain. Semua dilakukan dengan asas perdagangan bebas.

"Ya ini kan persoalan dagang aja. Kita juga nggak ada sebuah keterikatan yang mewajibkan bahwa harus sama dengan yang sekarang. Biasa aja dagang," sebut Bahlil.

(hal/hns)

Hide Ads