JSP sendiri merupakan perusahaan baru yang dibentuk Pertamina sebagai pemenang lelang dengan konsorsiumnya yang terdiri dari Marubehi Corporation, dan Sojitz Corporation.
Direktur Utama Pertamina, Dwi Soetjipto, mengatakan alotnya pembahasan antara kedua belah pihak jadi alasan tertundanya PPA. Diakuinya, proyek bernilai Rp 24 triliun ini sangat kompetitif sehingga butuh waktu yang sangat lama dalam proses negosiasi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kemudian bagaimana PLN harus mendapatkan harga terbaik, saya akui luar biasa. Ternyata ini proyek bisa berikan pelajaran sangat berharga bagi Pertamina dalam membangun patner kemitraan. Di saat terakhir kami harus menyesuaikan IRR (Internal Rate Return/tingkat pengembalian modal)," tambahnya.
Sementara itu Direktur Pengadaan PLN, Supangkat Iwan Santoso, menjelaskan lamanya PPA lantaran sulitnya mencapai kesepakatan dalam kelayakan pendanaan dan pasokan gas.
"Kami terus terang sangat menghargai konsorsium yang mau mencari solusi bersama sehingga bisa sepakat. Dua isu terakhir soal bankability dan gas, karena gasnya disediakan oleh PLN. Kita berikan term and condition ke konsorsium dan mereka menerima," ujar Supangkat.
Sebagai informasi, tender PLTGU Jawa I dibuka oleh PLN pada Juli 2016 lalu, diikuti oleh 4 peserta. Konsorsium Pertamina-Marubeni Corporation-Sojitz telah diumumkan sebagai peringkat pertama peserta tender pada Oktober 2016. Letter of Intent (LoI) penunjukkan pemenang tender diterbitkan pada 31 Oktober 2016.
Kontrak jual-beli listrik harusnya ditandatangani dalam waktu 45 hari setelah LoI. Tetapi ada beberapa isu yang perlu pembahasan lebih lama, sehingga PPA tak bisa diteken pada 13 Desember 2016. (idr/mca)