Salah satu opsi yang diberikan pada PLN dan IPP untuk mendapatkan harga murah adalah melalui impor gas alam cair (Liquified Natural Gas/LNG). Tapi LNG yang diimpor dibatasi harganya maksimal 11,5% dari Indonesian Crude Price (ICP) saat tiba di pelabuhan Indonesia (landed price).
Meski sudah diberi lampu hijau untuk mengimpor gas, PLN menyatakan tetap memprioritaskan pengadaan gas dari dalam negeri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Made menambahkan, LNG dari dalam negeri pun harganya bisa murah. Dari Lapangan Tangguh di Papua misalnya, PLN akan membeli 16 kargo LNG per tahun dengan harga yang ekonomis. Ada kemungkinan PLN bakal meningkatkan lagi pembelian gas dari Tangguh hingga 22 kargo LNG.
"Kita kerja sama bisa dapat 22 kargo LNG dari Tangguh, harganya murah kok. Itu salah satu penyebab kita bisa efisien," papar Made.
LNG impor dilirik PLN apabila gas murah tak bisa diperoleh dari dalam negeri. Saat ini penjajakan impor belum dilakukan, tapi opsi impor tak ditutup rapat.
"Tidak tertutup kemungkinan kita impor. Kalau kita lihat misalnya Rusia punya banyak banget LNG dan murah," tutup Made.
Jika dihitung dengan ICP saat ini yang berkisar di US$ 50/barel, maka landed price LNG yang diimpor PLN dan IPP tak boleh lebih dari US$ 5,75/MMBtu. Ditambah biaya regasifikasi, menurut perhitungan Kementerian ESDM, sampai di pembangkit harga gas hanya sekitar US$ 6,5/MMBtu, masih di bawah rata-rata harga gas domestik yang dibeli PLN dan IPP.
Harga US$ 6,5/MMBtu itu bisa diperoleh jika gas dialirkan langsung dari kapal Floating Storage and Regasification Unit (FSRU) ke pembangkit listrik tanpa melalui pipa-pipa transmisi dan distribusi. Lokasi pembangkit gas harus benar-benar dekat dengan FSRU, seperti PLTGU Pesanggaran di Tanjung Benoa, Bali. (mca/hns)











































