Masih ada 70 cekungan lagi yang belum tersentuh. Total cadangan terbukti dan cadangan potensi minyak Indonesia mencapai 7,5 miliar barel.
Diperkirakan ada 3,8 miliar barel minyak di cekungan-cekungan yang lokasinya tersebar di perairan Sumatera bagian timur, selatan Pulau Jawa, Laut Natuna, daratan Kalimantan Utara, perairan Sulawesi, perairan Maluku, pedalaman Papua, dan perairan Papua. Tiap cekungan dapat terdiri dari beberapa lapangan minyak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) bidang Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Sammy Hamzah, mengungkapkan bahwa pengeboran di laut lepas Indonesia Timur butuh dana US$ 40 juta sampai US$ 200 juta per sumur, setara dengan Rp 520 miliar sampai Rp 2,6 triliun.
"Satu sumur bisa US$ 40-200 juta. Kalau gagal dapat minyak ya hilang uang segitu," kata Sammy kepada detikFinance, Selasa (7/2/2017).
Dibanding pengeboran minyak di darat (onshore), biaya di laut lepas (offshore) lebih mahal. Untuk pengeboran minyak di tempat-tempat yang infrastrukturnya sudah relatif bagus seperti Pulau Jawa dan Sumatera hanya butuh US$ 2-6 juta per sumur atau setara dengan Rp 26-78 miliar/sumur.
Tapi tingginya risiko bukan penyebab minimnya eksplorasi minyak di laut dalam Indonesia. Rumitnya perizinan serta masalah fiskal dan perpajakan, cost recovery, dan sebagainya yang mambuat investor malas menggarap potensi hulu migas Indonesia.
"Dengan kondisi sekarang masih banyak masalah," katanya.
Jika aturan fiskal dan perpajakan dibuat lebih ekonomis, Sammy yakin akan banyak investor yang mau menanam modal di hulu migas Indonesia.
"Indonesia masih tujuan investasi asing kalau iklimnya baik. Dengan cadangan minyak yang belum terbukti sebanyak 3,8 miliar barel, sudah pasti masih banyak investor yang tertarik," tutupnya. (mca/ang)