Proyek ini dikenal dengan Refinery and Petrochemical Integrated Development Project, atau kilang minyak dan petrokimia terintegrasi. Saat ini, proyek tersebut sudah mencapai 50% dan ditargetkan selesai pada 2019.
Kilang Johor disebut-sebut bakal membuat Singapura dan Johor Selatan sebagai pusat kilang minyak dan petrokimia di Asia Tenggara. Pemerintah Malaysia sangat gembira dengan investasi ini, karena bakal meningkatkan daya saing Malaysia atas tetangganya, Singapura.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat ini PT Pertamina (Persero), BUMN perminyakan Indonesia, juga sedang menjalankan proyek-proyek kilang. Ada 4 proyek modifikasi atau Refinery Development Master Plan (RDMP) yang dikerjakan Pertamina untuk meningkatkan produksi bahan bakar minyak (BBM) di dalam negeri yaitu RDMP Cilacap, Balongan, Dumai, dan Balikpapan.
Apabila seluruh RDMP ini selesai, maka kapasitas keempat kilang itu akan naik dari 820 ribu bph menjadi 1,61 juta bph.
Selain itu, 2 kilang baru akan dibangun, yaitu GRR Tuban dan Bontang yang masing-masing berkapasitas 300.000 bph. Semua proyek kilang ditargetkan selesai sebelum 2023. Kalau semuanya berjalan lancar, Indonesia tak lagi mengimpor BBM mulai 2023, bahkan bisa ekspor BBM.
Pertamina sudah berencana mengekspor kelebihan produksi solar dari Kilang Bontang ke negara-negara tetangga se-regional seperti Filipina dan Australia.
Meski demikian, Pertamina enggan menyebut Kilang Johor milik Petronas sebagai calon pesaing di kawasan regional.
VP Corporate Communication Pertamina, Wianda Pusponegoro, mengatakan kilang-kilang Pertamina lebih difokuskan untuk memenuhi kebutuhan BBM di dalam negeri, bukan untuk ekspor.
"Untuk kilang, kami fokus dulu untuk memenuhi kebutuhan domestik. Bila ada ekses baru kami ekspor," ujar Wianda kepada detikFinance, Senin (6/3/2017).
Namun berbeda dengan Wianda, seorang sumber detikFinance yang berlatar belakang praktisi energi memprediksi kilang Petronas di Johor Selatan ini bakal menjadi saingan buat kilang-kilang Pertamina.
Di pertengahan dekade 2020-an nanti, Pertamina dan Petronas akan berebut pasar regional, misalnya Filipina, Australia, dan negara-negara importir BBM di kawasan Asia Tenggara.
Sumber detikFinance mengungkapkan, Petronas kerap selangkah lebih maju dari Pertamina karena kewenangan yang lebih kuat dan birokrasi yang lebih pendek. Ketika Indonesia baru mau membangun kilang baru di Bontang, mereka sudah membangun duluan di Johor Selatan.
"Malaysia memang kompetitor kita dan decision making-nya lebih cepat dari kita. Dia mengamati terus kita mau ngapain. Kita mau bangun kilang, dia mulai duluan," tuturnya.
BUMN perminyakan Malaysia itu sangat memperhatikan gerak-gerik Pertamina. Celakanya, Pertamina kerap terlambat karena ruwetnya proses pengambilan keputusan, sehingga tertinggal.
Ke depan, pemerintah perlu memperkuat Pertamina sebagai satu-satunya National Oil Company (NOC) di negeri ini. Jangan sampai Pertamina terus tertinggal dari Petronas. "Malaysia cepat, tentu akan jadi kompetitor kita," tutupnya. (mca/wdl)