Pemerintah diminta menetapkan kebijakan yang bersifat jangka panjang dan dapat memberikan kepastian bagi investor atau pengembang energi terbarukan.
Terkait surat tersebut, Dirjen Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi Kementerian ESDM, Rida Mulyana, mengaku bahwa pihaknya sangat terbuka untuk menerima kritik yang membangun dari METI.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Pengusaha Energi Terbarukan Kirim Surat ke Jonan, Ini Isinya
Ia menambahkan, sudah ada komunikasi antara METI dengan Kementerian ESDM. METI diminta mempersiapkan usulan-usulan lanjutan yang matang kepada pemerintah.
Belum dijadwalkan kapan Kementerian ESDM dan METI akan bertemu untuk membahas usulan-usulan lanjutan itu. Tapi begitu METI siap, pemerintah siap membahasnya bersama-sama.
"Sesuai pertemuan kami terakhir, teman-teman METI siap memberikan masukan lanjutannya. Pertemuan dilakukan lagi setelah teman-teman (METI) siap dengan masukan lanjutannya," ucap Rida.
Seperti diketahui, pada Februari 2017 lalu Jonan menandatangani Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan untuk Penyediaan Tenaga Listrik. Regulasi ini menetapkan patokan harga maksimum untuk listrik dari tenaga matahari, angin, air, biomassa, biogas, sampah, dan panas bumi.
Patokan tarif energi batu terbarukan (EBT) bertujuan untuk menurunkan biaya pokok penyediaan (BPP) listrik sekaligus memenuhi kebutuhan tenaga listrik di lokasi yang tidak ada sumber energi primer lain.
Secara ringkas, berikut daftar harga maksimal untuk listrik dari pembangkit EBT:
PLTS : 85% BPP setempat
PLTB : 85% BPP setempat
PLTA di bawah 10 MW : 85% BPP setempat
PLTBm : 85% BPP setempat
PLTBg : 85% BPP setempat
PLTSa : 100% BPP setempat
PLTP : 100% BPP setempat (mca/hns)