Pertamina bakal mengimpor gas dari ExxonMobil sebanyak 1 juta ton tiap tahun mulai dari 2025 sampai 2045.
Dirjen Migas Kementerian ESDM, IGN Wiratmaja Puja, menerangkan kebutuhan gas domestik terus tumbuh, produksi gas dari dalam negeri kemungkinan sudah tidak cukup lagi di 2020. Maka perlu tambahan pasokan dari impor.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kesepakatan impor gas ini merupakan langkah untuk mengantisipasi agar tidak terjadi krisis gas di dalam negeri pada masa mendatang. Kebutuhan gas industri dan pembangkit listrik harus terpenuhi supaya ekonomi bisa terus tumbuh.
Kapan tepatnya Indonesia harus mulai mengimpor gas?
Dalam neraca gas bumi yang disusun Kementerian ESDM, Indonesia butuh impor gas sebanyak 1.777 bbtud pada 2019, 2.263 bbtud pada 2020, 2.226 bbtud di 2021. Kemudian, 1.902 bbtud tahun 2022, 1.920 bbtud di 2023, 2.374 bbtud pada tahun 2024, dan 2.304 bbtud di 2025.
Tapi Wirat menambahkan, neraca gas bumi adalah perkiraan yang dibuat berdasarkan potensi permintaan gas untuk kebutuhan domestik, committed gas, dan gas yang sudah terikat kontrak jual beli untuk kebutuhan dalam negeri.
Baca juga: Pertamina Impor LNG dari Exxon Mulai 2025
Potensi permintaan tergantung pada tingkat pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan industri, dan asumsi-asumsi lainnya. Lalu committed gas masih berupa komitmen, belum diikat kontrak, jadi belum tentu terealisasi.
Maka perhitungan bahwa Indonesia harus impor gas pada 2019 belum tentu terjadi. Committed gas dan permintaan potensial sifatnya tidak pasti, yang sudah pasti hanya yang sudah terkontrak.
"Tergantung permintaan dalam negeri, yang masih committed bisa jadi, bisa enggak jadi. 2019 bisa jadi kita sudah harus impor, bisa jadi enggak. Ada yang permintaan committed, potensial, dan kontrak. Yang sudah pasti baru kontrak," kata Wirat dalam diskusi di Gedung Migas, Jakarta, Selasa (25/4/2017).
Selain itu, harus diperhitungkan juga penurunan (decline) produksi gas di dalam negeri. Bisa jadi produksi gas di dalam negeri tidak merosot secepat yang diperkirakan. Kalau decline bisa diminimalkan, impor gas bisa ditekan. "Kita lihat misalnya produksi (gas) dari Blok Mahakam," ujar Wirat.
Meski demikian, antisipasi tetap harus dilakukan sejak jauh-jauh hari. Apalagi, sekarang harga gas dunia sedang rendah, sehingga Pertamina bisa memperoleh harga gas impor yang efisien untuk jangka panjang. (mca/hns)











































