Birokrasi dan perizinan yang rumit adalah salah satu penghambat investasi di sektor hulu migas Indonesia.
"Bagaimana peranan pemerintah mendorong investasi di hulu migas? Kita bantu percepat perizinan dan sebagainya. SKK Migas, Pak Amien (Kepala SKK Migas) tolong lebih cepat. Saya minta lebih praktis," kata Jonan di JCC Senayan, Jakarta, Rabu (17/5/2017).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Diajukan saja ke saya bagaimana menyederhanakan ini supaya prosesnya tidak berkepanjangan. Kalau proses bisnisnya saja tahunan berarti ada yang salah ini," ucapnya.
Ia mengungkapkan, proses bisnis dari penemuan minyak, penandatanganan kontrak, hingga memasuki tahap produksi memakan waktu sangat lama, bisa sampai puluhan tahun.
Misalnya Blok Masela, Inpex sudah menandatangani Production Sharing Contract (PSC) sejak 1998. Tapi sampai sekarang Blok Masela belum berproduksi, padahal sudah 19 tahun lalu kontrak diteken.
"Blok Masela ini sudah dibahas 10 tahun, lama sekali itu. Belum lagi nanti Pre-FEED, FEED, mungkin nanti first gas waktu saya sudah pikun," tukasnya.
Ia juga mengeluhkan lambannya birokrasi untuk mengubah kebijakan. Revisi Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 (PP 79/2010) telah selesai dibahas di Kementerian ESDM sejak akhir tahun lalu, sudah selesai dibahas juga dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Tapi sampai sekarang masih belum juga disahkan.
Padahal revisi PP 79/2010 sangat ditunggu-tunggu oleh para pelaku usaha hulu migas. Melalui perubahan aturan ini, berbagai pajak yang memberatkan kontraktor migas dipangkas.
"Amandemen PP 79 ini enggak jadi-jadi, saya juga sudah frustasi sekali. Sudah selesai dibahas sejak 1 bulan saya ditugaskan di ESDM. Ibu Sri Adiningsih (Ketua Wantimpres) tolong sampaikan juga ke Pak Presiden. Ini ditunggu orang sebanyak ini lho," tutupnya. (mca/hns)