Di aturan yang nantinya diterbitkan dalam bentuk Peraturan Menteri ESDM itu, margin keuntungan dari penjualan gas tidak boleh lebih dari 7%. Sedangkan Internal Rate Return (IRR) alias tingkat pengembalian modal dari pipa untuk transportasi gas dibatasi maksimal 11% per tahun.
Tujuannya supaya harga gas tak melambung tinggi ketika sampai di industri. Dengan harga gas yang lebih efisien, biaya produksi barang turun, industri jadi lebih berdaya saing.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Indonesia Natural Gas Trader Associate (INGTA) menyatakan, mungkin untuk sementara para trader tidak akan berinvestasi membangun pipa baru dulu dan hanya menjaga pipa-pipa yang sudah ada saja.
"IRR 11% itu biasa banget. Kita jagain infrastruktur yang ada saja dulu," ujar Ketua INGTA, Sabrun Jamil, kepada detikFinance, Selasa (1/8/2017).
Pembangunan pipa akan dilakukan lagi ketika kondisi perekonomian sudah lebih baik, industri kembali bergeliat, sehingga IRR untuk pipa gas bisa dinaikkan.
Sementara ini, kata Sabrun, para trader gas berkorban dulu supaya industri domestik dapat bertahan. "Kita enggak mau market kita (industri hilir) mati, trader gas harus berkorban supaya industri bisa jalan. Kita prihatin dengan kondisi ekonomi yang turun, ini menggerus market," ucapnya.
Kementerian ESDM akan mengadakan 1 pertemuan lagi untuk sosialisasi sekali lagi sebelum Permen ESDM diterbitkan.
Selain membatasi margin distribusi dan niaga gas, Permen ESDM ini juga melarang penjualan berantai. Jadi tidak boleh ada makelar alias calo, gas harus dijual langsung ke pengguna akhir, tidak boleh ke trader yang hanya bermodal izin niaga saja.
"Harus langsung ke end user, itu (rantai pasokan) yang kita harus efisienkan," tegas Wakil Menteri ESDM, Arcandra Tahar. (mca/mkj)