Begini Cara Jonan Genjot Penggunaan Produk Lokal di Sektor Energi

Begini Cara Jonan Genjot Penggunaan Produk Lokal di Sektor Energi

Michael Agustinus - detikFinance
Selasa, 01 Agu 2017 20:02 WIB
Foto: Jefris Santama/detikcom
Jakarta - Menteri ESDM Ignasius Jonan menyatakan bahwa pemerintah berupaya meningkatkan Tingkat Kandungan Dalam Negeri (TKDN) alias penggunaan barang dan jasa 'made in' Indonesia di sektor energi, terutama di industri hulu migas.

Jonan menyebutkan bahwa TKDN di hulu migas nasional masih di bawah 60%, tapi dalam tren kenaikan yang bagus.

"Di sektor ESDM ini penggunaan TKDN termasuk yang mendesak, terutama di hulu migas. Kalau di hulu migas, penggunaan TKDN mulai 2011 sebesar 60%. 2012 juga 60%, 2013 turun jadi 56%, 2014 turun lagi 54%, 2015 naik sampai 67%, 2016 turun ke 55%, lalu sampai Juni 2017 ini 59%. Trennya lumayan," kata Jonan dalam konferensi pers di Kementerian ESDM, Jakarta, Selasa (1/8/2017).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Untuk meningkatkan TKDN di sektor hulu migas, pihaknya telah memberikan insentif berupa tambahan split (bagi hasil) bagi kontraktor yang TKDN-nya tinggi. Jadi semakin banyak kontraktor memakai produk Indonesia, bagi hasil migas yang diterimanya semakin besar.

"Di hulu migas, lewat aturan gross split kita kasih insentif. Selama ini tidak ada. Split kita tambah sekian persen, jadi penggunaan TKDN kita support sepanjang harganya juga reasonable," tegasnya.

Meski memprioritaskan produk dalam negeri, Jonan menambahkan, pihaknya tak mau memanjakan. Produk dalam negeri harus mampu bersaing dalam hal harga maupun kualitas agar perusahaan-perusahaan migas tak ragu menggunakannya.

"Kalau diproduksi di Indonesia jadi mahal sekali, penggunanya pasti ragu-ragu. Misalnya mobil diproduksi di sini, ya harus kompetitif dibanding negara lain yang biaya tenaga kerjanya sangat tinggi," imbuhnya.

Ditjen Migas Kementerian ESDM telah membuat road map untuk terus meningkatkan TKDN. Beberapa komponen utama di industri hulu migas sudah bisa diproduksi di dalam negeri, misalnya pipa.

Data Ditjen Migas menyebut 55% pipa untuk kegiatan usaha hulu migas nasional sudah dibuat di Indonesia. Berdasarkan road map, ditargetkan pada 2024 sudah 80% pipa untuk kegiatan hulu migas yang berasal dari negeri sendiri.

Tapi ada komponen-komponen utama industri hulu migas yang sampai 10 tahun ke depan pun masih akan sangat bergantung pada impor karena teknologinya tinggi dan sulit dikembangkan di Indonesia, misalnya Electrical Submersible Pumps (ESP) alias pompa bawah laut. Sampai 2024 pun targetnya baru 35% saja yang sudah 'Made in Indonesia'.

Sementara itu di sektor minerba, TKDN sudah mencapai 75% pada Juni 2017. Tapi di sektor ketenagalistrikan, TKDN masih rendah, rata-rata kurang dari 50%.

Indonesia masih bergantung pada banyak komponen impor untuk ketenagalistrikan, misalnya trafo, kabel bawah laut, solar panel, dan sebagainya.

Untuk meningkatkan TKDN di ketenagalistrikan, Jonan meminta Kementerian Perindustrian (Kemenperin) dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengupayakan pembebasan bea masuk untuk bahan baku produk ketenagalistrikan yang bisa dibuat di Indonesia.

"Penggunaan TKDN tidak bisa dipaksa, tapi harus dikasih insentif. Saran saya, sebaiknya kalau pemerintah berkenan, impor komponennya dibebaskan dari bea masuk, itu bisa membantu. Kan enggak semua komponennya bisa diproduksi di sini. Kemenperin dan Kemenkeu yang membahas. Misalnya komponen trafo, kan enggak mungkin semua buat di sini. Komponen PLTS kalau dibebaskan, itu membantu produksi solar panel," tutupnya. (mca/ang)

Hide Ads