Sub penyalur ini muncul setelah Permen ESDM No. 16/2011 dan Permen ESDM No. 26/2009 direvisi dengan cara digabung dan berubah menjadi Permen ESDM Nomor 13 Tahun 2018 tentang Kegiatan Penyaluran Bahan Bakar Minyak (BBM), Bahan Bakar Gas (BBG), dan Liquefied Petroleum Gas (LPG).
"Terkait sub penyalur, sebelumnya tidak diatur. Sekarang kita sepakat diatur. Intinya bahwa kenapa perlu ada sub penyalur agar masyarakat mendapatkan BBM terjamin karena sifatnya tertutup, konsumen tertentu. Ini nanti diatur BPH Migas," kata Direktur Pembinaan Usaha Hilir Migas Harya Adityawarman di Gedung Migas, Jakarta Pusat, Kamis (15/3/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Melalui Permen 13 ini, penyalur BBM yang mendapat izin dari badan usaha niaga migas wajib menyediakan BBM jenis tertentu dan BBM khusus penugasan kepada sub penyalur.
"Penyalur wajib menyediakan BBM jenis tertentu dan BBM khusus penugasan kepada sub penyalur yang sudah ditetapkan. Pengaturan sub penyalur itu ditetapkan pengaturannya oleh BPH Migas," lanjutnya.
Anggota Komite BPH Migas, Henry Ahmad menambahkan skema dari sub penyalur ini bisa dikatakan sebagai bentuk kerja sama sekelompok orang yang ingin di wilayahnya terjangkau oleh pasokan BBM.
Nantinya orang-orang tersebut akan mengumpulkan uang secara kolektif terkait keperluan biaya-biaya yang dibutuhkan untuk mendatangkan BBM ke wilayah mereka.
"Ini sub penyalur ini mempermudah orang. Kalau sendiri, ini lebih mahal. Barangkali ada muncul investasi kecil karena ditanggung bersama-sama." tambahnya. (hns/hns)