Ketentuan tersebut rencananya diterapkan akhir April ini. Ia pun berharap penerapan aturan tersebut bisa direvisi atau paling tidak ditunda.
"Syukur-syukur di-default. Asal ada kejelasan ke depan dan tidak memberatkan ekspor. Saya kira kan ini pemerintah penyusunan kebijakan data-datanya belum lengkap, yang paling fair bisa dilakukan saat data-data siap. Mungkin perlu waktu setahun atau dua tahun untuk siapkan, itu kembali ke pemerintah," kata Direktur Eksekutif APBI Hendra Sinadia di Gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (3/4/2018).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Data Kemendag yang dikompilasi surveyor itu kurang dari 2%, itu data sementara di 2017. Mungkin 2% lah karena data belum semua masuk, (itu) kapal nasional aja. Kebanyakan 80% bentuknya tongkang, 10 vessel, sisanya 60 tongkang itu pun melayani ekspor ke negara tetangga," ujar Hendra.
Ia mengatakan pemerintah perlu memastikan lagi berapa jumlah kapal yang bisa digunakan untuk mengangkut batu bara ke luar negeri.
"Ternyata dalam pembahasan awal di tim pelaksana baru kita ketahui data-data yang diperlukan tidak mencukupi misalnya jumlah kapalnya berapa yang berbendera Indonesia terus ke mana saja tujuan ekspornya. Itu sama sekali bisa dikatakan belum ada terus kapal nasionalnya jumlahnya berapa. Yang kita butuhkan sekarang sih direvisi," kata Hendra.
Para importir pun masih menunggu kepastian dari penerapan aturan tersebut. Pasalnya, sampai saat ini kontrak jual beli baru masih ditahan menunggu kepastian tersebut.
"Ada beberapa kontrak mereka masih hold, yang eksisting jalan. Kontrak-kontrak baru kan mereka usulkan kapal mana yang dipakai. Kalau kapal eksisting mereka takut. Hal-hal ini agak menggelisahkan sih memang," ujar Hendra. (ara/zlf)